Pengertian, Tujuan dan Urgensi Ilmu Rijal al-Hadith

PENDAHULUAN

Sebagaimana kita ketahui lebih kurang satu abad secara dominan hadith-hadith Nabi diriwayatkan melalui lisan ( dari mulut ke mulut ) dengan mengandalkan daya ingatan ( hapalan) para perawinya. Hal ini terjadi karena mayoritas para sahabat tidak menuliskan apa yang mereka dengar dari Nabi selain al-Qur’an, walau ada yang menulis selain al-Qur’an ( Hadith Nabi ) tetapi biasanya tulisan itu hanya untuk pribadi mereka masing-masing. Tentu selama kurun waktu yang begitu panjang tersebut sangat memungkinkan terjadi kesalahan, kealpaan bahkan mungkin juga penyimpangan. Oleh karena itu maka dengan pertimbangan ini menggugah ulama untuk mencurahkan kehidupannya mencari , mengumpulkan dan meneliti Hadith Nabi yang dalam kurun waktu yang lama telah tersebar ke perbagai penjuru daerah Islam yang terbentang luas. Upaya-upaya tersebut bertujuan tidak lain adalah untuk mendapatkan keyakinan bahwa hadith-hadith Nabi benar-benar berasal dari Nabi.
Untuk menentukan apakah seorang rawi dapat dipercaya atau tidak para ulama hadith menggunkan sejarah biografi para rawi tersebut. Dalam biografi dipertanyakan pula nama asli perawi, kuniah, laqab, kapan lahir dan wafatnya, di mana tempat tinggalnya, tingkatan (thabaqat) sahabat, siapa saja gurunya, murid-muridnya dan bagaimana moral serta intelektualnya.
Pada perkembangannya penelitian biografi para perawi hadith tidak hanya pada perawi saja yang terlibat dalam sanad hadith saja, tetapi juga kepada para pengkritik perawi dalam sanad. Penelitian biografi ini menjadi bagaian kajian ilmu hadith tersendiri.


PEMBAHASAN

A. Pengertian, Tujuan dan Urgensi Ilmu Rijal al-Hadith
Ilmu rijal al-hadits secara bahasa ilmu tentang tokoh-tokoh hadith. Pengertian Ilmu rijal al-hadith menurut istilah adalah: adalah ilmu yang membahas tentang keadaan perawi-perawi, perjalanan hidup mereka baik mereka dari kalangan sahabat, tabi’in, dan tabi’ tabi’in.
Ilmu rijal al-hadith muncul bersamaan dengan kebutuahn para ulama akan periwayatan hadith. Hal ini dibarengi dengan merebaknya hadith-hadith palsu. Oleh karena itu para ulama merasa berkepentingan menelusuri jati diri pembawa hadith dan guru-guru yang menyampaikan kepada hadith. Mencari penjelasan dan klarifikasi tentang masing – masing perawi, dari segi kelahirannya, wafatnya, guru-gurunya, orang yang meriwayatkan darinya, negeri tempat tinggalnya dan hal ihwal keadaannya. Muhammad bin Sirin pernah mengatakan : ”Sesungguhnya ilmu ini adalah agama, maka lihatlah dari siapa kamu mengambil agamamu”. Maka dengan ilmu rijal al-hadits ini akan sangat membantu untuk mengetahui derajat hadith dan sanad (apakah sanadnya muttashil atau munqathi’ ). Sanad sendiri terdiri dari deretan perawi yang panjang sehingga sampai kepada Nabi. Munculnya ilmu ini setelah adanya pembukuan kitab hadith. Adapun orang yang mulai membukukan kitab – kitab tentang rijal al-hadits pada abad ke dua hijriyah yaitu Laith ibn Sa’ad tahun 175 H dengan kitabnya yang diberi nama al- Tarikh kemudia disusul oleh Yahya ibn Ma’in dengan kitabnya yang diberi nama Tarikh al-Rijal ( sejarah rawi-rawi ).
Adapun objek pembahasan ilmu rijal al-hadits adalah semua tokoh yang terlibat dalam persoalan hadith baik itu periwayat dalam sanad dan kritikus periwayat. Jadi jelas ilmu ini tidak hanya membicarakan prosesi kritik atau proses periwayatan tetapi juga membahas tokohnya.
Tujuan ilmu rijal al-hadith yaitu untuk mengetahui dan meneliti keadaan ( hal ihwal) tokoh-tokoh dalam sanad hadith dapat diterima atau tidak.Urgensi dikuasainya ilmu ini karena di dalamnya membahas tentang periwayat hadith yang dapat menentukan status sanad hadith. Jika perawi dalam sanad itu muttasil dan tsiqah pada setiap tingkatannya maka periwayatannya sudah dapat diterima meskipun belum final.
Sebagai contoh urgensi ilmu ini adalah, disebutkan bahwa Umar bin Khathab melarang dan membakar tulisan – tulisan hadith dan sampai memukul sahabat Abu Hurairah. Riwayat yang menyebutkan bahwa Umar pernah menyebarkan edaran ke berbagai daerah agar orang – orang membakar tulisan hadith adalah bersumber dari orang yang bernama Yahya bin Ja’d. Dan setelah diteliti, sanadnya terputus sehingga tidak dapat pertimbangkan sebagai argumen yang shahih. Begitu juga riwayat yang mengatakan bahwa Umar pernah memukul Abu Hurairah. Riwayat ini setelah diteliti ternyata palsu, karena bersumber dari seorang Syi’ah yang justru anti sahabat, khususnya Umar. Karenanya riwayat seperti ini juga gugur dari pertimbangan. Tepatlah apa yang dikatakan oleh Syeikh Abdullah bin Mubarak wafat 181 H, sistem sanad adalah merupakan bagian dari agama Islam, sebab seandainya tidak ada sanad maka setiap orang dapat mengatakan apa saja dengan menisbahkan kepada Nabi saw.

B. Apek-aspek Ilmu Rijal al-Hadits
1. Tinjauan Tarikh al-Ruwat
Ilmu Tarikh al-Ruwat adalah ilmu untuk mengetahui para rawi dalam aspek-aspek yang bersangkutan dengan hadith. Karena itu ia mencakup keterangan tentang hal ihwal para rawi, tanggal lahir, tanggal wafat, guru-gurunya, kapan / tanggal berapa dia mendengarnya dari guru-gurunya, dan siapa saja orang yang meriwayatkan darinya / belajar kepadanya, kota dan kampung halamannya, sejarah perjalannya dalam mencari hadith ke negeri yang berbeda-beda, dan mendengarnya hadith dari sebagian guru sebelum dan sesudah ia lanjut usia dan lain sebagainya yang ada hubungan dengan masalah perhadithan.
Beberapa sebutan dari ilmu tarikh al-ruwah adalah : ilmu tarikh, ilmu tarikhir ruwah, ilmu wafayatur ruwah, ilmu al-tawarikh wal wafayat.
Aspek-aspek yang terkait dengan ilmu rijal al-hadits ditinjau dari tarikh al-ruwat ( biografi periwayatnya ) antara lain adalah:
a. Nama – nama periwayat
Nama periwayat sangat penting untuk diketahui. Sebab hal ini disebabkan periwayat itu kadang dijumpai nama yang sama . Oleh karena untuk membedakan nama yang sama harus diketahui julukannya, sifatnya atau sesuatu yang dapat membedakannya. Serupa tulisan lain sebutanya ( mu’talif dan mukhtalif ), contoh Muhammad bin Salam syaikh al-Bukhari, Salam bin Muhammad Nahidh al-Muqaddisi, Salam Jad Muhammad bin Abdul Wahab bin Salam . Serupa tulisan dan sebutan (Muttafiq dan Muqtariq ),misalnya sama nama mereka ( perawi ) dan nama bapaknya seperti Al-Husai bin al-Husain, sama nama mereka dengan bapaknya dan kakeknya, seperti Muhammad bin Muhammad bin Muhammad, kun-yah ( nama panggilan dipermulaan) seperti Abu Bakar, Abul Qasim dan laqab (nama yang digelarkan kepada seseorang ), seperti Abdurrahman bin Hurmuz gelarnya Al-‘Araj dll
Kitab-kitab ilmu rijal al-hadith yang menerangkan nama – nama periwayat hadith sangat banyak diantaranya : tentang nama asli dan kuniyah al-Asma wa al-Kuna karya al-Madiny ( 161-234 H ), al-Kuna wa al-Asma’ karya Abu Bisyr Muhammad ibn Ahmad ad-Daulabiy ( 234-320 H ), tentang nama-nama perawi yang musytabih Al-Musytabih Fi Asma’ al-Rijal karya al-Hafidz Muhammad ibn Ahmad ibn Uthman adz-Dzahabiy ( 637-748 H ), tentang nama-nama julukan para rawi Nuzhah al-Albab Fi al-Alqab karya ibn Hajar al-‘Asqalaniy ( 773 – 852 H ), tentang nama-nama nisbat Al-Ansab karya Taj al-Islam Abdul Karim ibn Muhammad as-Sam’aniy ( 506-562 H ), Al-Lubb terdiri 3 jilid karya Ali ibn Muhammad asy-Syaibany al-Jazariy ( 555-630 H ).

b. Tempat tinggal, tanggal lahir dan wafatnya para periwayat
Manfaat mengetahui tahun wafatnya periwayat hadith adalah dapat mengetahui unsur kebohongan periwayatan / kros cek, contohnya adalah peristiwa yang diceritakan oleh ‘Ufair bin Ma’dan al-Kalal tentang Umar bin Musa yang mengaku meriwayatkan hadith dari gurunya ‘Ufair yaitu Khalid bin Ma’dan pada tahun 108 H, padahal dia wafat tahun 104 H.
Di antara karya ‘ulama yang berisi tentang sejarah periwayat berdasarkan tahun adalah kitab Tarikh al-Islam karya al-Dzahabi. Kitab ini menerangkan tahun wafatnya periwayat hadith, kemudian menyebut biografinya dan cerita-cerita lain tentang perawi.
Tempat tinggal para periwayat hadith juga penting diketahui untuk membedakan perawi satu dengan yang lainnya jika ada kesamaan nama, juga dapat diketahui masing-masing guru mereka. Tempat tinggal biasanya ditulis dibelakang nama lengkap. Misalnya Muhammad bin Abdullah al-Hakim al-Naisaburi.
Penisbahan perawi khususnya kelompok mutaqaddimin yang masih suka berpindah tempat adalah kepada qabilahnya,dimulai dari qabilah umum baru khusus seperti al-Quraisyi al-Hasyimi. Jika dia tinggal menetap di suatu daerah maka nisbahnya pada qabilah, lalu tempat tinggalnya, seperti: al-Quraisyi al-Makky. Jika asalnya bertempat di suatu daerah lalu berpindah ke daerah lain maka disebutkan daerah pertama lalu yang ke dua, contoh: al-Mishry al-Dimasyqi. Penisbahan terkadang kepada pekerjaan perawi atau cacad yang padanya.

c. Sejarah perjalanan mencari hadith
Upaya perjalanan mencari hadith sudah ada sejak jaman Nabi, seperti yang dilakukan Abu Hurairah yang mengunjungi sahabat yang lain untuk menanyakan suatu hadith kepada sahabat yang lain. Kegiatan ini dilanjutkan oleh tabi’in mencari hadith dari para sahabat, seperti yang dilakukan Jabir ibn Abdullah mengunjungi sahabat Abdullah ibn Unais sekedar untuk mendengar langsung hadith yang sudah diterima sebelumnya. Sejarah lawatan mereka dalam menuntut hadithpun juga melalui periwayatan.
Kunjungan yang dilakukan antar sahabat , tabi’in melakukan lawatan kepada sesama dalam rangka mengkros cek kebenaran hadith yang mereka diterima.
d. Berita khalat periwayat
Khalat berarti sering salah atau lupa karena faktor usia, berubah akal atau sebab lain. Hal ini penting diketahui untuk mengetahui kedudukan hadith dari segai sanadnya. Di antara perawi yang mengalami khalat, misalnya: ‘Ata ibn al-Sa’ib, Abu Ishaq al-Siba’i dan lain-lain

2. Tinjauan Thabaqat / Klasifikasi Periwayat
Thabaqat berarti sekelompok orang yang sebaya dalam usianya dan sama-sama semasa dengan guru-gurunya.. Ulama membagi thabaqat para periwayat menjadi tiga thabaqat, yaitu : sahabat, tabi’in, atba’u al-tabi’in.
Manfaat mengetahui thabaqat, antara lain mengetahui guru dan murid sehingga suatu hadith dapat di katakan sanadnya bersambung atau terputus. Atau juga untuk membedakan dua perawi atau lebih yang memiliki kesamaan nama dari thabaqat,yang berbeda.
a. Sahabat
Pengertian sahabat menurut ulama’ hadith adalah orang Islam yang pernah bertemu dengan Rasullah saw. Adapula yang mengartikan sahabat adalah orang yang bertemu dengan Nabi, dia beriman kepada Nabi dan meninggal dalam keadaan Islam. .
Cara menngetahui sahabat diantaranya adalah :
a. Diketahui keadaan seseorang sebagai sahabat secara mutawatir.
b. Dengan ketenarannya meskipun belum sampai kepada batasan mutawatir.
c. Riwayat dari seorang sahabat yang mengatakan bahwa dia adalah sahabat.
d. Dengan pengakuan dirinya sendiri bahwa dia adalah seorang sahabat.
Diperselisihkan mengenai siapa yang pertama kali masuk Islam dari kalangan sahabat. Ada yang mengatakan Abu Bakar Ash-Shiddik. Ada yang mengatakan Ali bin Abi Thalib. Ada yang mengatakan Zaid bin Harithah. Pendapat lain mengatakan Khadijah binti Khuwailid. Menurut Ibn Hajar yang pertama masuk Islam adalah Khadijah binti Khuwailid karena beliau adalah orang yang pertama membenarkan pengutusan Nabi saw.
Mengenai keadilan sahabat jumhur ulama mengatakan bahwa semua sahabat adalah adil. Perbutan mereka, pengorbanan mereka, baik harta dan jiwa mereka semata-mata karena ingin mendapatkan balasan dari Allah SWT. Adapun pertikaian yang terjadi sesudah Nabi wafat, ada diantaranya karena tidak sengaja / salah paham seperti Perang Jamal. Dan ada pula yang terjadi karena ijtihad mereka seperti perang Shiffin. Ijtihad bila benar mendapatkan dua pahala,dan jika salah dimaafkan tapi tetap mendapat satu pahala.
Jumlah sahabat menurut pendapat Abu Zur’ah al-Razi dan ini yang disepakati oleh ulama yaitu 114.000 orang sahabat yang mendengar hadith dari Nabi, yang terdiri dari orang – orang Madinah, orang – orang Mekkah dan mereka yang ikut serta dalam haji wada’. Diantara para sahabat yang banyak meriwayatkan hadits: Abu Hurairah, Abdullah ibn Umar, Anas bin Malik, Siti Aisyah, Abdullah bin Abbas, Jabir bin Abdullah dan Abu Said al-Khudri.
Ulama yang pertama menyusun kitab riwayat hidup sahabat secara ringkas adalah ‘Izz al-Din ibn al-Thir ( 630 H ), ulama abad ke 7 dengan kitabnya Usd al-Ghabah fi Asma’ al-Shahabah. Kemudian diikuti oleh ulama yang lain seperti Ibn Abdul Barr dengan kitabnya Al-Isti’ab fi Asma al-Shahabah, al-Thabaqat al-Kubra karya Muhammad ibn Sa’ad dan lain-lain.
b. Tabi’in
Tabi’in adalah orang –orang Islam yang bertemu dengan sahabat –sahabat Nabi dan meninggal dalam beragama Islam.
Ulama membagi tabi’in menjadi 3 golongan / kelompok.
1). Kibar al-Tabi’in, artinya tabi’in besar, yaitu tabi’in yang banyak meriwayatkan hadith dari sahabat. Diantaranya : Basyir bin Nahik al-Sadusi, Humaid bin Hilal al-Adwi, Zaid bin Wahb Abu Sulaiman al-Kufi dan lain – lain.
2). Ausath al-Tabi’in, artinya tabi’in pertengahan, yaitu tabi’in yang tidak begitu sering bergaul dengan sahabat dan tidak begitu banyak menerima hadith dari mereka. Diantaranya : Muhammad bin Ibrahim al-Tamimi, Kuraib, hamba ibn Abbas.
3). Shigar al-Tabi’in, artinya tabi’in yang kecil yaitu tabi’in yang sedikit sekali berkumpul dengan sahabat dan sedikit pula meriwayatkan hadith dari mereka. Diantaranya : Mansyur bin al-Mu’amir al-Kufi, Tubah bin Abil Asad al-Anbari dan lain-lain.
Kitab yang memuat riwayat hidup periwayat hadith dari kalangan tabi’in antara lain : Ma’rifah al-Tabi’in karya Abi al-Mutraf ibn Fatis al-Andalusi
c. Atba’u al-Tabi’in
Atba’u al-Tabi’in adalah generasi setelah tabi’in, atau orang – orang yang mengikuti tabi’in. Mereka itu antara lain : Malik bin Anas, Sufyan al-Thauri, Sufyan bin Uyainah, Al-Laith bin Sa’ad dan lain-lain. Periode ini berakhir tahun 220 H.
Fungsi mengetahui thabaqat adalah untuk membedakan rawi-rawi yang nama mereka sama, untuk mengetahui tadlis atau tidak, dan untuk mengetahui ‘an – ‘anah yang ada dalam satu – satu sanad itu bersambung atau tidak.

3. Tinjauan Penelitian Kualitas Periwayat
Ilmu rijal al-hadits tidak hanya membahas keadaan periwayat dari sisi biografi lahiriyah saja, tetapi kualitas mereka. Kualitas periwayat yang diceritakan meliputi intelektual (dhabit),dan moralitas (‘adalah). Kedua sifat ini harus ada pada diri periwayat.
Kualitas dari segi moralitas (‘adalah ) periwayat hadits yang disepakati oleh ulama hadits meliputi : beragama Islam, mukallaf, melaksanakan ketentuan beragama, dan memelihara muru’ah. Memelihara muru’ah menurut masyarakat umum adalah tidak hanya meninggalkan yang haram saja tapi juga memelihara diri dari yang halal tetapi dapat menjatuhkan kehormatan pribadi.
Kualiatas periwayat dari segi dhabit, periwayat harus memenuhi kriteria berikut :
1. Periwayat memahami dengan baik riwayat yang telah didengarnya.
2. Hafal dengan baik riwayat yang telah didengarnya.
3. Mampu menyampaikan riwayat itu dengan baik.
Bila ketiga kriteria ini terpenuhi semua oleh periwayat maka ia disebut dhabit tam, tapi bila hanya 2 kriteria saja yang dipenuhi selian poin satu disebut dhabit biasa, dan bila hafalannya yang kurang maka disebut dhabit naqis.

4. Tinjauan Sosio Kultural Periwayat
Sosio Kultural periwayat perlu untuk diketahui sehubungan dengan maraknya ahli bid’ah setelah terjadinya fitnah al-kubra di jaman Ali bin Abi Thalib. Sosio Kultural akan mempengaruhi akan mempengaruhi seorang periwayat baik dari segai pola berpikir, madzhab dan idiologi. Objekfitas dari periwayatannya sangat perlu dikritisi manakala bertentangan dengan latar belakangnya, sebab ada kemugkinan memanipulasi berita. Demikian pula bila periwatannya sangat menguntungkan / condong bagi kelompoknya.

C. Kritikus Periwayat
1. Kualifikasi Kritikus Periwayat Hadits
Kritikus periwayat hadith adalah para ulama hadith yang berusaha mengkritisi perawi dalam sanad hadith, ditolak periwayatannya atau diterima, dengan demikian dapat diketahui mana yang benar – benar hadith shahih dan mana yang tidak shahih. Sebenarnya kritikus hadith sudah ada sejak jaman sahabat, dimana bila ada suatu berita dari seorang sahabat, maka sahabat yang mendengarnya mengkomfirmasikan atau menanyakan ke sahabat yang lain. Bukan tidak percaya tapi untuk meyakinkan sebelum dijadikan dalil atau hujjah.
Para ulama hadith memberikan syarat bagi kritikus periwayat, yaitu mereka harus memenuhi persaratan sebagai berikut :
a. Berkenaan dengan sikap pribadi
Sikap pribadi yang harus dimiliki kritikus periwayat adalah :
1. Bersifat adil dan tetap terpelihara samapi melakukan penilaian perawi hadith
2. Tidak bersikap fanatik terhadap aliran madzhab yang dianutnya.
3. Tidak bersikap bermusuhan dengan periwayat yang berbeda aliran.

b. Berkenaan dengan penguasaan ilmu pengetahuan
Memiliki pengetahuan yang luas dan mendalam yang meliputi :
1. Ajaran Islam,
2. bahasa Arab,
3. hadith dan ilmu hadith,
4. pribadi periwayat yang dikritiknya,
5. adat istiadat,
6. sebab-sebab keutamaan dan ketercelaan periwayat.
Kritikus periwayat tidak hanya harus memenuhi syarat di atas namun dia harus mengikuti kaedah-kaedah norma untuk memelihara objektifitas penilaiannya pada periwayat secara bertanggung jawab. Norma tersebut adalah :
1. Kritikus tidak hanya mengemukakan sifat-sifat tercela yang dimiliki oleh periwayat tapi juga mengemukakan sifat utama.
2. Sifat utama disebutkan secara global.
3. Sifat tercela tidak diungkap berlebihan.

2. Tingkatan Kritikus Periwayat Hadith
Tingkatan kritikus periwayat hadith dapat di bagi secara garis besar menjadi 3 bagian, yaitu:
a. Kritikus periwayat yang ketat ( tasyaddud )
Kritikus yang ketat memberikan standarisasi pada perawi baik pada kwalitas perawi maupun cara mereka mendapatkan hadith dari guru mereka. Ulama yang termasuk dalam kritikus yang ketat antara lain : An- Nasa’i, dan Ibn al-Madini
b. Kritikus periwayat yang sedang ( tawassuth )
Adalah ulama yang memberikan standarisasi pada perawi kadang ketat kadang longgar atau tengah-tengah. Ulama yang masuk dalam katagori ini antara lain: Adz-Dzahabi.
c. Kritikus periwayat yang longgar ( tasahhul )
Ulama yang memberikan standarisasi periwayat dengan longgar anatara lain : Al Hakim an-Naisaburi, Jalal ad-Din as-Suyuti.
Oleh karena itu adalah hal yang wajar bila seorang periwayat dinilai oleh seorang kritikus yang berbeda ( lebih dari seorang ) dan hasil yang berbeda pula.

D. Peranan Ilmu Rijal Al-Hadits Dalam Penentuan Kualitas Suatu Hadits.
1. Dengan ilmu rijal al-hadits akan terkuak data-data yang terlibat dalam civitas periwayatan hadith dari masa ke masa semenjak zaman Nabi baik dari segi biografinya, maupun dari segai kualitas rijal nya.
2. Dengan ilmu rijal al-hadits dapat diketahui sikap dan pandangan para ahli hadith yang menjadi krtikus terhadap para perawi yang menjadi sanad hadith dan sikap mereka dalam menjaga otentisitas hadith-hadith Nabi.
3. Dengan ilmu rijal al-hadits dapat diketahui kualitas dan otentisitas suatu hadith.

KESIMPULAN

Dari uraian di atas, penulis dapat menyimpulkan sebagai berikut :
1. Pada dasarnya ilmu rijal al-hadits adalah ilmu yang membahas tentang tokoh – tokoh yang terlibat dalam periwayatan hadith, baik periwayat hadith atau kritikus periwayat hadith. Ilmu ini membahas pula tentang biografi, kualitas tokoh baik periwayat atau kritikus periwayat. Ilmu ini sangat penting diketahui karena menentukan keshahihan hadith sangat bergantung kepada kemampuan pengkaji hadith dalam meneliti sanad.
2. Pengetahuan mengenai periwayat atau tokoh hadith ditinjau dari berbagai aspek antara lain biografi yang meliputi nama, julukan, kapan lahir, dan wafatnya, perjalanan menuntut hadith sehingga diketahui siapa gurunya dan siapa orang yang mengambil hadith darinya. Aspek lain adalah thabaqat , sosio kultural dan madzhab atau aliran teologi yang mempengaruhi pola pikirnya.
3. Tokoh kritikus periwayat hadith juga menjadi bagian kajian ilmu rijal al-hadith, untuk mengetahui siapa saja mereka, bagaimana sikap pribadinya, kemampuannya, sehingga kita mengetahui dan menilai terhadap pendapat para kritikus periwayat hadith, pendapatnya dapat dijadikan acuan atau tidak.
REFERENSI

1. “Ajaj, Muhammad al-Khathib. Ushul Al-Hadith Pokok – Pokok Ilmu Hadith. Jakarta: Gaya Media Pratama,cet.4, 2007
2. As-Shalaih, Subhi. Membahas Ilmu-Ilmu Hadith. Jakarta: Pustaka Firdaus, cet. 6, 2007
3. Hasbi ,M. Ash-Shiddiqy. Sejarah Pengantar Ilmu Hadith . Jakarta: PT. Bulan Bintang, cet. 2, 1993
4. Ismail, M..Syuhudi. Kaidah Keshahihan Sanad Hadith .Jakarta: Bulan Bintang, 1995
5. Musthafa ,Ali Ya’qub. Kritik Hadith Jakarta: Pustaka Firdaus, cet. 4, 2004
6. http://alatsari.wordpress.com/2007/11/05/ilmu-musthalah-hadith-bag-16/ yang direkam pada 26 Nov 2007
7. Rahman, Fazlur. Wacana Studi Hadith Kontemporer.Yogyakarta : Tiara Wacana, 2002
8. Suryadi . Metodologi Ilmu Rijalil Hadith .Yogyakarta: Madani Pustaka Hikmah, cet.1, 2003
9. Zuhri ,Muh.Hadith Nabi Sejarah dan Metodologinya. Yogyakarta: Tiara Wacana 1997