Pengertian, Tujuan dan Urgensi Ilmu Rijal al-Hadith

PENDAHULUAN

Sebagaimana kita ketahui lebih kurang satu abad secara dominan hadith-hadith Nabi diriwayatkan melalui lisan ( dari mulut ke mulut ) dengan mengandalkan daya ingatan ( hapalan) para perawinya. Hal ini terjadi karena mayoritas para sahabat tidak menuliskan apa yang mereka dengar dari Nabi selain al-Qur’an, walau ada yang menulis selain al-Qur’an ( Hadith Nabi ) tetapi biasanya tulisan itu hanya untuk pribadi mereka masing-masing. Tentu selama kurun waktu yang begitu panjang tersebut sangat memungkinkan terjadi kesalahan, kealpaan bahkan mungkin juga penyimpangan. Oleh karena itu maka dengan pertimbangan ini menggugah ulama untuk mencurahkan kehidupannya mencari , mengumpulkan dan meneliti Hadith Nabi yang dalam kurun waktu yang lama telah tersebar ke perbagai penjuru daerah Islam yang terbentang luas. Upaya-upaya tersebut bertujuan tidak lain adalah untuk mendapatkan keyakinan bahwa hadith-hadith Nabi benar-benar berasal dari Nabi.
Untuk menentukan apakah seorang rawi dapat dipercaya atau tidak para ulama hadith menggunkan sejarah biografi para rawi tersebut. Dalam biografi dipertanyakan pula nama asli perawi, kuniah, laqab, kapan lahir dan wafatnya, di mana tempat tinggalnya, tingkatan (thabaqat) sahabat, siapa saja gurunya, murid-muridnya dan bagaimana moral serta intelektualnya.
Pada perkembangannya penelitian biografi para perawi hadith tidak hanya pada perawi saja yang terlibat dalam sanad hadith saja, tetapi juga kepada para pengkritik perawi dalam sanad. Penelitian biografi ini menjadi bagaian kajian ilmu hadith tersendiri.


PEMBAHASAN

A. Pengertian, Tujuan dan Urgensi Ilmu Rijal al-Hadith
Ilmu rijal al-hadits secara bahasa ilmu tentang tokoh-tokoh hadith. Pengertian Ilmu rijal al-hadith menurut istilah adalah: adalah ilmu yang membahas tentang keadaan perawi-perawi, perjalanan hidup mereka baik mereka dari kalangan sahabat, tabi’in, dan tabi’ tabi’in.
Ilmu rijal al-hadith muncul bersamaan dengan kebutuahn para ulama akan periwayatan hadith. Hal ini dibarengi dengan merebaknya hadith-hadith palsu. Oleh karena itu para ulama merasa berkepentingan menelusuri jati diri pembawa hadith dan guru-guru yang menyampaikan kepada hadith. Mencari penjelasan dan klarifikasi tentang masing – masing perawi, dari segi kelahirannya, wafatnya, guru-gurunya, orang yang meriwayatkan darinya, negeri tempat tinggalnya dan hal ihwal keadaannya. Muhammad bin Sirin pernah mengatakan : ”Sesungguhnya ilmu ini adalah agama, maka lihatlah dari siapa kamu mengambil agamamu”. Maka dengan ilmu rijal al-hadits ini akan sangat membantu untuk mengetahui derajat hadith dan sanad (apakah sanadnya muttashil atau munqathi’ ). Sanad sendiri terdiri dari deretan perawi yang panjang sehingga sampai kepada Nabi. Munculnya ilmu ini setelah adanya pembukuan kitab hadith. Adapun orang yang mulai membukukan kitab – kitab tentang rijal al-hadits pada abad ke dua hijriyah yaitu Laith ibn Sa’ad tahun 175 H dengan kitabnya yang diberi nama al- Tarikh kemudia disusul oleh Yahya ibn Ma’in dengan kitabnya yang diberi nama Tarikh al-Rijal ( sejarah rawi-rawi ).
Adapun objek pembahasan ilmu rijal al-hadits adalah semua tokoh yang terlibat dalam persoalan hadith baik itu periwayat dalam sanad dan kritikus periwayat. Jadi jelas ilmu ini tidak hanya membicarakan prosesi kritik atau proses periwayatan tetapi juga membahas tokohnya.
Tujuan ilmu rijal al-hadith yaitu untuk mengetahui dan meneliti keadaan ( hal ihwal) tokoh-tokoh dalam sanad hadith dapat diterima atau tidak.Urgensi dikuasainya ilmu ini karena di dalamnya membahas tentang periwayat hadith yang dapat menentukan status sanad hadith. Jika perawi dalam sanad itu muttasil dan tsiqah pada setiap tingkatannya maka periwayatannya sudah dapat diterima meskipun belum final.
Sebagai contoh urgensi ilmu ini adalah, disebutkan bahwa Umar bin Khathab melarang dan membakar tulisan – tulisan hadith dan sampai memukul sahabat Abu Hurairah. Riwayat yang menyebutkan bahwa Umar pernah menyebarkan edaran ke berbagai daerah agar orang – orang membakar tulisan hadith adalah bersumber dari orang yang bernama Yahya bin Ja’d. Dan setelah diteliti, sanadnya terputus sehingga tidak dapat pertimbangkan sebagai argumen yang shahih. Begitu juga riwayat yang mengatakan bahwa Umar pernah memukul Abu Hurairah. Riwayat ini setelah diteliti ternyata palsu, karena bersumber dari seorang Syi’ah yang justru anti sahabat, khususnya Umar. Karenanya riwayat seperti ini juga gugur dari pertimbangan. Tepatlah apa yang dikatakan oleh Syeikh Abdullah bin Mubarak wafat 181 H, sistem sanad adalah merupakan bagian dari agama Islam, sebab seandainya tidak ada sanad maka setiap orang dapat mengatakan apa saja dengan menisbahkan kepada Nabi saw.

B. Apek-aspek Ilmu Rijal al-Hadits
1. Tinjauan Tarikh al-Ruwat
Ilmu Tarikh al-Ruwat adalah ilmu untuk mengetahui para rawi dalam aspek-aspek yang bersangkutan dengan hadith. Karena itu ia mencakup keterangan tentang hal ihwal para rawi, tanggal lahir, tanggal wafat, guru-gurunya, kapan / tanggal berapa dia mendengarnya dari guru-gurunya, dan siapa saja orang yang meriwayatkan darinya / belajar kepadanya, kota dan kampung halamannya, sejarah perjalannya dalam mencari hadith ke negeri yang berbeda-beda, dan mendengarnya hadith dari sebagian guru sebelum dan sesudah ia lanjut usia dan lain sebagainya yang ada hubungan dengan masalah perhadithan.
Beberapa sebutan dari ilmu tarikh al-ruwah adalah : ilmu tarikh, ilmu tarikhir ruwah, ilmu wafayatur ruwah, ilmu al-tawarikh wal wafayat.
Aspek-aspek yang terkait dengan ilmu rijal al-hadits ditinjau dari tarikh al-ruwat ( biografi periwayatnya ) antara lain adalah:
a. Nama – nama periwayat
Nama periwayat sangat penting untuk diketahui. Sebab hal ini disebabkan periwayat itu kadang dijumpai nama yang sama . Oleh karena untuk membedakan nama yang sama harus diketahui julukannya, sifatnya atau sesuatu yang dapat membedakannya. Serupa tulisan lain sebutanya ( mu’talif dan mukhtalif ), contoh Muhammad bin Salam syaikh al-Bukhari, Salam bin Muhammad Nahidh al-Muqaddisi, Salam Jad Muhammad bin Abdul Wahab bin Salam . Serupa tulisan dan sebutan (Muttafiq dan Muqtariq ),misalnya sama nama mereka ( perawi ) dan nama bapaknya seperti Al-Husai bin al-Husain, sama nama mereka dengan bapaknya dan kakeknya, seperti Muhammad bin Muhammad bin Muhammad, kun-yah ( nama panggilan dipermulaan) seperti Abu Bakar, Abul Qasim dan laqab (nama yang digelarkan kepada seseorang ), seperti Abdurrahman bin Hurmuz gelarnya Al-‘Araj dll
Kitab-kitab ilmu rijal al-hadith yang menerangkan nama – nama periwayat hadith sangat banyak diantaranya : tentang nama asli dan kuniyah al-Asma wa al-Kuna karya al-Madiny ( 161-234 H ), al-Kuna wa al-Asma’ karya Abu Bisyr Muhammad ibn Ahmad ad-Daulabiy ( 234-320 H ), tentang nama-nama perawi yang musytabih Al-Musytabih Fi Asma’ al-Rijal karya al-Hafidz Muhammad ibn Ahmad ibn Uthman adz-Dzahabiy ( 637-748 H ), tentang nama-nama julukan para rawi Nuzhah al-Albab Fi al-Alqab karya ibn Hajar al-‘Asqalaniy ( 773 – 852 H ), tentang nama-nama nisbat Al-Ansab karya Taj al-Islam Abdul Karim ibn Muhammad as-Sam’aniy ( 506-562 H ), Al-Lubb terdiri 3 jilid karya Ali ibn Muhammad asy-Syaibany al-Jazariy ( 555-630 H ).

b. Tempat tinggal, tanggal lahir dan wafatnya para periwayat
Manfaat mengetahui tahun wafatnya periwayat hadith adalah dapat mengetahui unsur kebohongan periwayatan / kros cek, contohnya adalah peristiwa yang diceritakan oleh ‘Ufair bin Ma’dan al-Kalal tentang Umar bin Musa yang mengaku meriwayatkan hadith dari gurunya ‘Ufair yaitu Khalid bin Ma’dan pada tahun 108 H, padahal dia wafat tahun 104 H.
Di antara karya ‘ulama yang berisi tentang sejarah periwayat berdasarkan tahun adalah kitab Tarikh al-Islam karya al-Dzahabi. Kitab ini menerangkan tahun wafatnya periwayat hadith, kemudian menyebut biografinya dan cerita-cerita lain tentang perawi.
Tempat tinggal para periwayat hadith juga penting diketahui untuk membedakan perawi satu dengan yang lainnya jika ada kesamaan nama, juga dapat diketahui masing-masing guru mereka. Tempat tinggal biasanya ditulis dibelakang nama lengkap. Misalnya Muhammad bin Abdullah al-Hakim al-Naisaburi.
Penisbahan perawi khususnya kelompok mutaqaddimin yang masih suka berpindah tempat adalah kepada qabilahnya,dimulai dari qabilah umum baru khusus seperti al-Quraisyi al-Hasyimi. Jika dia tinggal menetap di suatu daerah maka nisbahnya pada qabilah, lalu tempat tinggalnya, seperti: al-Quraisyi al-Makky. Jika asalnya bertempat di suatu daerah lalu berpindah ke daerah lain maka disebutkan daerah pertama lalu yang ke dua, contoh: al-Mishry al-Dimasyqi. Penisbahan terkadang kepada pekerjaan perawi atau cacad yang padanya.

c. Sejarah perjalanan mencari hadith
Upaya perjalanan mencari hadith sudah ada sejak jaman Nabi, seperti yang dilakukan Abu Hurairah yang mengunjungi sahabat yang lain untuk menanyakan suatu hadith kepada sahabat yang lain. Kegiatan ini dilanjutkan oleh tabi’in mencari hadith dari para sahabat, seperti yang dilakukan Jabir ibn Abdullah mengunjungi sahabat Abdullah ibn Unais sekedar untuk mendengar langsung hadith yang sudah diterima sebelumnya. Sejarah lawatan mereka dalam menuntut hadithpun juga melalui periwayatan.
Kunjungan yang dilakukan antar sahabat , tabi’in melakukan lawatan kepada sesama dalam rangka mengkros cek kebenaran hadith yang mereka diterima.
d. Berita khalat periwayat
Khalat berarti sering salah atau lupa karena faktor usia, berubah akal atau sebab lain. Hal ini penting diketahui untuk mengetahui kedudukan hadith dari segai sanadnya. Di antara perawi yang mengalami khalat, misalnya: ‘Ata ibn al-Sa’ib, Abu Ishaq al-Siba’i dan lain-lain

2. Tinjauan Thabaqat / Klasifikasi Periwayat
Thabaqat berarti sekelompok orang yang sebaya dalam usianya dan sama-sama semasa dengan guru-gurunya.. Ulama membagi thabaqat para periwayat menjadi tiga thabaqat, yaitu : sahabat, tabi’in, atba’u al-tabi’in.
Manfaat mengetahui thabaqat, antara lain mengetahui guru dan murid sehingga suatu hadith dapat di katakan sanadnya bersambung atau terputus. Atau juga untuk membedakan dua perawi atau lebih yang memiliki kesamaan nama dari thabaqat,yang berbeda.
a. Sahabat
Pengertian sahabat menurut ulama’ hadith adalah orang Islam yang pernah bertemu dengan Rasullah saw. Adapula yang mengartikan sahabat adalah orang yang bertemu dengan Nabi, dia beriman kepada Nabi dan meninggal dalam keadaan Islam. .
Cara menngetahui sahabat diantaranya adalah :
a. Diketahui keadaan seseorang sebagai sahabat secara mutawatir.
b. Dengan ketenarannya meskipun belum sampai kepada batasan mutawatir.
c. Riwayat dari seorang sahabat yang mengatakan bahwa dia adalah sahabat.
d. Dengan pengakuan dirinya sendiri bahwa dia adalah seorang sahabat.
Diperselisihkan mengenai siapa yang pertama kali masuk Islam dari kalangan sahabat. Ada yang mengatakan Abu Bakar Ash-Shiddik. Ada yang mengatakan Ali bin Abi Thalib. Ada yang mengatakan Zaid bin Harithah. Pendapat lain mengatakan Khadijah binti Khuwailid. Menurut Ibn Hajar yang pertama masuk Islam adalah Khadijah binti Khuwailid karena beliau adalah orang yang pertama membenarkan pengutusan Nabi saw.
Mengenai keadilan sahabat jumhur ulama mengatakan bahwa semua sahabat adalah adil. Perbutan mereka, pengorbanan mereka, baik harta dan jiwa mereka semata-mata karena ingin mendapatkan balasan dari Allah SWT. Adapun pertikaian yang terjadi sesudah Nabi wafat, ada diantaranya karena tidak sengaja / salah paham seperti Perang Jamal. Dan ada pula yang terjadi karena ijtihad mereka seperti perang Shiffin. Ijtihad bila benar mendapatkan dua pahala,dan jika salah dimaafkan tapi tetap mendapat satu pahala.
Jumlah sahabat menurut pendapat Abu Zur’ah al-Razi dan ini yang disepakati oleh ulama yaitu 114.000 orang sahabat yang mendengar hadith dari Nabi, yang terdiri dari orang – orang Madinah, orang – orang Mekkah dan mereka yang ikut serta dalam haji wada’. Diantara para sahabat yang banyak meriwayatkan hadits: Abu Hurairah, Abdullah ibn Umar, Anas bin Malik, Siti Aisyah, Abdullah bin Abbas, Jabir bin Abdullah dan Abu Said al-Khudri.
Ulama yang pertama menyusun kitab riwayat hidup sahabat secara ringkas adalah ‘Izz al-Din ibn al-Thir ( 630 H ), ulama abad ke 7 dengan kitabnya Usd al-Ghabah fi Asma’ al-Shahabah. Kemudian diikuti oleh ulama yang lain seperti Ibn Abdul Barr dengan kitabnya Al-Isti’ab fi Asma al-Shahabah, al-Thabaqat al-Kubra karya Muhammad ibn Sa’ad dan lain-lain.
b. Tabi’in
Tabi’in adalah orang –orang Islam yang bertemu dengan sahabat –sahabat Nabi dan meninggal dalam beragama Islam.
Ulama membagi tabi’in menjadi 3 golongan / kelompok.
1). Kibar al-Tabi’in, artinya tabi’in besar, yaitu tabi’in yang banyak meriwayatkan hadith dari sahabat. Diantaranya : Basyir bin Nahik al-Sadusi, Humaid bin Hilal al-Adwi, Zaid bin Wahb Abu Sulaiman al-Kufi dan lain – lain.
2). Ausath al-Tabi’in, artinya tabi’in pertengahan, yaitu tabi’in yang tidak begitu sering bergaul dengan sahabat dan tidak begitu banyak menerima hadith dari mereka. Diantaranya : Muhammad bin Ibrahim al-Tamimi, Kuraib, hamba ibn Abbas.
3). Shigar al-Tabi’in, artinya tabi’in yang kecil yaitu tabi’in yang sedikit sekali berkumpul dengan sahabat dan sedikit pula meriwayatkan hadith dari mereka. Diantaranya : Mansyur bin al-Mu’amir al-Kufi, Tubah bin Abil Asad al-Anbari dan lain-lain.
Kitab yang memuat riwayat hidup periwayat hadith dari kalangan tabi’in antara lain : Ma’rifah al-Tabi’in karya Abi al-Mutraf ibn Fatis al-Andalusi
c. Atba’u al-Tabi’in
Atba’u al-Tabi’in adalah generasi setelah tabi’in, atau orang – orang yang mengikuti tabi’in. Mereka itu antara lain : Malik bin Anas, Sufyan al-Thauri, Sufyan bin Uyainah, Al-Laith bin Sa’ad dan lain-lain. Periode ini berakhir tahun 220 H.
Fungsi mengetahui thabaqat adalah untuk membedakan rawi-rawi yang nama mereka sama, untuk mengetahui tadlis atau tidak, dan untuk mengetahui ‘an – ‘anah yang ada dalam satu – satu sanad itu bersambung atau tidak.

3. Tinjauan Penelitian Kualitas Periwayat
Ilmu rijal al-hadits tidak hanya membahas keadaan periwayat dari sisi biografi lahiriyah saja, tetapi kualitas mereka. Kualitas periwayat yang diceritakan meliputi intelektual (dhabit),dan moralitas (‘adalah). Kedua sifat ini harus ada pada diri periwayat.
Kualitas dari segi moralitas (‘adalah ) periwayat hadits yang disepakati oleh ulama hadits meliputi : beragama Islam, mukallaf, melaksanakan ketentuan beragama, dan memelihara muru’ah. Memelihara muru’ah menurut masyarakat umum adalah tidak hanya meninggalkan yang haram saja tapi juga memelihara diri dari yang halal tetapi dapat menjatuhkan kehormatan pribadi.
Kualiatas periwayat dari segi dhabit, periwayat harus memenuhi kriteria berikut :
1. Periwayat memahami dengan baik riwayat yang telah didengarnya.
2. Hafal dengan baik riwayat yang telah didengarnya.
3. Mampu menyampaikan riwayat itu dengan baik.
Bila ketiga kriteria ini terpenuhi semua oleh periwayat maka ia disebut dhabit tam, tapi bila hanya 2 kriteria saja yang dipenuhi selian poin satu disebut dhabit biasa, dan bila hafalannya yang kurang maka disebut dhabit naqis.

4. Tinjauan Sosio Kultural Periwayat
Sosio Kultural periwayat perlu untuk diketahui sehubungan dengan maraknya ahli bid’ah setelah terjadinya fitnah al-kubra di jaman Ali bin Abi Thalib. Sosio Kultural akan mempengaruhi akan mempengaruhi seorang periwayat baik dari segai pola berpikir, madzhab dan idiologi. Objekfitas dari periwayatannya sangat perlu dikritisi manakala bertentangan dengan latar belakangnya, sebab ada kemugkinan memanipulasi berita. Demikian pula bila periwatannya sangat menguntungkan / condong bagi kelompoknya.

C. Kritikus Periwayat
1. Kualifikasi Kritikus Periwayat Hadits
Kritikus periwayat hadith adalah para ulama hadith yang berusaha mengkritisi perawi dalam sanad hadith, ditolak periwayatannya atau diterima, dengan demikian dapat diketahui mana yang benar – benar hadith shahih dan mana yang tidak shahih. Sebenarnya kritikus hadith sudah ada sejak jaman sahabat, dimana bila ada suatu berita dari seorang sahabat, maka sahabat yang mendengarnya mengkomfirmasikan atau menanyakan ke sahabat yang lain. Bukan tidak percaya tapi untuk meyakinkan sebelum dijadikan dalil atau hujjah.
Para ulama hadith memberikan syarat bagi kritikus periwayat, yaitu mereka harus memenuhi persaratan sebagai berikut :
a. Berkenaan dengan sikap pribadi
Sikap pribadi yang harus dimiliki kritikus periwayat adalah :
1. Bersifat adil dan tetap terpelihara samapi melakukan penilaian perawi hadith
2. Tidak bersikap fanatik terhadap aliran madzhab yang dianutnya.
3. Tidak bersikap bermusuhan dengan periwayat yang berbeda aliran.

b. Berkenaan dengan penguasaan ilmu pengetahuan
Memiliki pengetahuan yang luas dan mendalam yang meliputi :
1. Ajaran Islam,
2. bahasa Arab,
3. hadith dan ilmu hadith,
4. pribadi periwayat yang dikritiknya,
5. adat istiadat,
6. sebab-sebab keutamaan dan ketercelaan periwayat.
Kritikus periwayat tidak hanya harus memenuhi syarat di atas namun dia harus mengikuti kaedah-kaedah norma untuk memelihara objektifitas penilaiannya pada periwayat secara bertanggung jawab. Norma tersebut adalah :
1. Kritikus tidak hanya mengemukakan sifat-sifat tercela yang dimiliki oleh periwayat tapi juga mengemukakan sifat utama.
2. Sifat utama disebutkan secara global.
3. Sifat tercela tidak diungkap berlebihan.

2. Tingkatan Kritikus Periwayat Hadith
Tingkatan kritikus periwayat hadith dapat di bagi secara garis besar menjadi 3 bagian, yaitu:
a. Kritikus periwayat yang ketat ( tasyaddud )
Kritikus yang ketat memberikan standarisasi pada perawi baik pada kwalitas perawi maupun cara mereka mendapatkan hadith dari guru mereka. Ulama yang termasuk dalam kritikus yang ketat antara lain : An- Nasa’i, dan Ibn al-Madini
b. Kritikus periwayat yang sedang ( tawassuth )
Adalah ulama yang memberikan standarisasi pada perawi kadang ketat kadang longgar atau tengah-tengah. Ulama yang masuk dalam katagori ini antara lain: Adz-Dzahabi.
c. Kritikus periwayat yang longgar ( tasahhul )
Ulama yang memberikan standarisasi periwayat dengan longgar anatara lain : Al Hakim an-Naisaburi, Jalal ad-Din as-Suyuti.
Oleh karena itu adalah hal yang wajar bila seorang periwayat dinilai oleh seorang kritikus yang berbeda ( lebih dari seorang ) dan hasil yang berbeda pula.

D. Peranan Ilmu Rijal Al-Hadits Dalam Penentuan Kualitas Suatu Hadits.
1. Dengan ilmu rijal al-hadits akan terkuak data-data yang terlibat dalam civitas periwayatan hadith dari masa ke masa semenjak zaman Nabi baik dari segi biografinya, maupun dari segai kualitas rijal nya.
2. Dengan ilmu rijal al-hadits dapat diketahui sikap dan pandangan para ahli hadith yang menjadi krtikus terhadap para perawi yang menjadi sanad hadith dan sikap mereka dalam menjaga otentisitas hadith-hadith Nabi.
3. Dengan ilmu rijal al-hadits dapat diketahui kualitas dan otentisitas suatu hadith.

KESIMPULAN

Dari uraian di atas, penulis dapat menyimpulkan sebagai berikut :
1. Pada dasarnya ilmu rijal al-hadits adalah ilmu yang membahas tentang tokoh – tokoh yang terlibat dalam periwayatan hadith, baik periwayat hadith atau kritikus periwayat hadith. Ilmu ini membahas pula tentang biografi, kualitas tokoh baik periwayat atau kritikus periwayat. Ilmu ini sangat penting diketahui karena menentukan keshahihan hadith sangat bergantung kepada kemampuan pengkaji hadith dalam meneliti sanad.
2. Pengetahuan mengenai periwayat atau tokoh hadith ditinjau dari berbagai aspek antara lain biografi yang meliputi nama, julukan, kapan lahir, dan wafatnya, perjalanan menuntut hadith sehingga diketahui siapa gurunya dan siapa orang yang mengambil hadith darinya. Aspek lain adalah thabaqat , sosio kultural dan madzhab atau aliran teologi yang mempengaruhi pola pikirnya.
3. Tokoh kritikus periwayat hadith juga menjadi bagian kajian ilmu rijal al-hadith, untuk mengetahui siapa saja mereka, bagaimana sikap pribadinya, kemampuannya, sehingga kita mengetahui dan menilai terhadap pendapat para kritikus periwayat hadith, pendapatnya dapat dijadikan acuan atau tidak.
REFERENSI

1. “Ajaj, Muhammad al-Khathib. Ushul Al-Hadith Pokok – Pokok Ilmu Hadith. Jakarta: Gaya Media Pratama,cet.4, 2007
2. As-Shalaih, Subhi. Membahas Ilmu-Ilmu Hadith. Jakarta: Pustaka Firdaus, cet. 6, 2007
3. Hasbi ,M. Ash-Shiddiqy. Sejarah Pengantar Ilmu Hadith . Jakarta: PT. Bulan Bintang, cet. 2, 1993
4. Ismail, M..Syuhudi. Kaidah Keshahihan Sanad Hadith .Jakarta: Bulan Bintang, 1995
5. Musthafa ,Ali Ya’qub. Kritik Hadith Jakarta: Pustaka Firdaus, cet. 4, 2004
6. http://alatsari.wordpress.com/2007/11/05/ilmu-musthalah-hadith-bag-16/ yang direkam pada 26 Nov 2007
7. Rahman, Fazlur. Wacana Studi Hadith Kontemporer.Yogyakarta : Tiara Wacana, 2002
8. Suryadi . Metodologi Ilmu Rijalil Hadith .Yogyakarta: Madani Pustaka Hikmah, cet.1, 2003
9. Zuhri ,Muh.Hadith Nabi Sejarah dan Metodologinya. Yogyakarta: Tiara Wacana 1997

Teori Dan Fakta

BAB I
PENDAHULUAN


A.Latar Belakang Masalah
Ilmu merupakan sesuatu yang paling penting bagi manusia, karena dengan ilmu semua keperluan dan kebutuhan manusia bisa terpenuhi secara lebih cepat dan lebih mudah. Dan merupakan kenyataan yang tidak bisa dipungkiri bahwa peradaban manusia sangat berhutang kepada ilmu. Ilmu telah banyak mengubah wajah dunia seperti hal memberantas penyakit, kelaparan, kemiskinan dan berbagai wajah kehidupan yang sulit lainnya. Dengan kemajuan ilmu juga manusia bias merasakan kemudahan lainnya seperti transportasi, pemukiman, pendidikan, komunikasi dan sebagainya. Singkatnya ilmu merupakan sarana untuk membantu manusia dalam mencapai tujuan hidupnya.
Kemudian timbul pertanyaan apakah ilmu selalu merupakan berkah dan penyelamat bagi manusia? Dan memang sudah terbukti dengan kemajuan ilmu pengetahuan manusia dapat menciptakan berbagai bentuk teknologi. Misalnya pembuatan bom yang pada awalnya untuk memudahkan kerja manusia namun kemudian dipergunakan untuk hal-hal yang bersifat negatif yang menimbulkan malapetaka bagi manusia itu sendiri seperti yang terjadi di Bali, dan menciptakan senjata kuman yang dipakai sebagai alat untuk membunuh sesama manusia. Di sinilah ilmu harus diletakkan secara proposional dan memihak pada nilai-nilai kebaikan dan kemanusiaan. Sebab jika ilmu tidak berpihak kepada nilai- nilai maka yang terjadi adalah bencana dan malapetaka.setiap ilmu pengetahuan akan menghasilkan teknologi yang kemudian akan diterapkan pada masyarakat.proses ilmu pengetahuan menjadi sebuah teknologi yang benar benar dapat dimamfaatkan oleh masyarakt tentu tidak terlepas dari moral ilmuannya.untuk seseorang ilmuwan akan dihadapkan pada kepentingan-kepentingan pribadi atau kepentingan masyarakat akan membawa pada persolan etika keilmuan setam asalah bebas nilai.untuk itulah tanggungjawab seorang ilmuwan haruslah” dipupuk”dan berada pada tempat yang tepat,tanggungjawab akademis,dan tanggungjawab moral mengenal apa yang dimaksud aksiolgi,kami akan menguraikan beberapa difinisi tentang aksiologi.









BAB II
PEMBAHASAN


Pengertian Aksiologi
1. Aksiologi berasal dari perkataan Axios ( Yunani) yang berarti nilai dan logos yang berarti teori. Jadi aksiologi adalah “ Teori tentang nilai”.
2. Sedangkan arti aksiologi yang terdapat di dalam bukunya Jujun S. Suryasumantri Filasafat Ilmu sebuah Pengantar Populer bahwa aksiologi sebagai teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh.
3. Menurut Bramel, aksiologi terbagi dalam tiga bagian. Pertama moral conduct, yaitu tindakan moral, bidang ini melahirkan disiplin khusus, yakni etika. Kedua esthetic expression, yaitu ekspresi keindahan. Bidang ini melahirkan keindahan. Ketiga sosio political life, yaitu kehidupan sosial politik, yang akan melahirkan filsafat sosiol politik.
4. Dalam Encliclopedya of Philosophy dijelaskan, aksiologi Value Valuation. Ada tiga bentuk value and Valuation.
a) Nilai, digunakan sebagai kata benda abstrak.
Dalam pengertian yang lebih sempit seperti: baik, menarik, dan bagus.Sedangkan dalam pengertian yang lebih luas mencakup sebagai tambahan segala bentuk kewajiban, kebenaran, dan kesucian.Penggunaan nilai yang lebih luas merupakan kata benda asli untuk seluruh macam kritik atau predikat pro dan kontra, sebagai lawan dari suatu yang lain, dan ia berbeda dengan fakta. Teori nilai atau aksiologi adalah bagian dari etika. Lewis menyebutkan sebagai alat untuk mencapai beberapa tujuan, sebagai nilai instrumental atau menjadi baik atau sesuatu menjadi menarik, sebagai nilai inheren atau kebaikan seperti estetis dari sebuah karya seni, sebagai nilai intrinsic atau menjadi baik dalam dirinya sendiri, sebagai nilai contributor atau nilai yang merupakan pengalaman yang memberikan kontribusi.Nilai sebagai kata benda konkret.ketika kita berkata sebuah nilai atau nilai nilai,ia seringkali dipakai untuk merujuk kepada sesuatu yang bernilai,seperti nilainya,nilai dia,dan system nilai dia.kemudian di pakai untk apa apa yang memiliki nilai atau bernilai sebagaimana berlawanan dengan apa apa yang memiliki nilai atau bernilai sebagaimana berlawanan dengan apa apa yang tidak dianggap baik atau bernilai.

b) Nilai juga digunakan sebagai kata kerja dalam ekspresi menilai, memberi nilai dan dinilai. Menilai umumnya sinonim dengan evaluasi ketika hal tersebut secara aktif digunakan untuk menilai perbuatan. Dewey membedakan dua hal tentang menilai, ia bisa berarti menghargai dan mengevaluasi.
Dari definisi-definisi mengenai aksiologi diatas, terlihat dengan jelas bahwa permasalahan yang utama adalah mengenai nilai. Nilai yang dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai. Teori tentang nilai yang dalam filsafat mengacu pada permasalahan etika dan estetika.Makna “etika” dipakai dalam dua bentuk arti, pertama, etika merupakan suatu kumpulan pengetahuan mengenai penilaian terhadap perbuatan manusia. Seperti ungkapan “saya pernah belajar etika”. Arti kedua, merupakan suatu predikat yang dipakai untuk membedakan hal- hal, perbuatan-perbuatan, atau manusia-manusia yang lain. Seperti ungkapan “ia bersifat etis atau seorang yang jujur atau pembunuhan merupakan sesuatu yang tidak susila”.Etika menilai perbuatan manusia, maka lebih tepat kalau dikatakan bahwa objek formal etika adalah norma-norma kesusilaan manusia, dan dapat dikatakan pula bahwa etika mempelajari tingkah laku manusia ditinjau dari segi baik dan tidak baik didalam suatu kondisi yang normatif, yaitu suatu kondisi yang melibatkan norma-norma. Sedangkan estetika berkaitan dengan nilai pengalaman keindahan yang dimiliki oleh manusia terhadap lingkungan dan fenomena disekelilingnya.
Nilai itu objektif atau subjektifkah adalah sangat tergantung dari hasil pandangan yang muncul dari filsafat. Nilai akan menjadi subjektif, apabila subjek sangat berperan dalam segala hal, kesadaran manusia menjadi tolok ukur segalanya; atau eksistensinya, maknanya dan validitasnya tergantung pada reaksi subjek yang melakukan penilaian tanpa mempertimbangkan apakah ini bersifat psikis ataupun fisis. Dengan demikian, nilai subjektif akan selalu memperhatikan berbagai pandangan yang dimiliki akal budi manusia, seperti perasaan, intelektualitas dan nilai hasil subjektif selalu mengarah pada sesuatu suka dan tidak suka, senang atau tidak senang. Misalnya seorang melihat matahari terbenam di sore hari. Akibat yang dimunculkannya adalah menimbulkan rasa senang karena melihat betapa indahnya matahari terbenam itu. Ini merupakan nilai yang subjektif dari seseorang dengan orang lain akan memiliki kualitas yang berbeda. Nilai itu objektif, jika ia tidak tergantung pada subjek atau kesadaran yang menilai. Nilai objektif muncul karena adanya pandangan dalam filsafat tentang objektivisme. Ini beranggapan pada tolak ukur suatu gagasan berada pada objeknya, sesuatu yang memiliki kadar secara realitas benar-benar ada. Misalnya, kebenaran tidak tergantung pada pendapat individu, melainkan pada objektifitas fakta, kebenaran tidak diperkuat atau diperlemah oleh prosedur-prosedur. Demikian juga dengan nilai orang yang berselera rendah tidak mengurangi keindahan sebuah karya seni.
Gagasan aksiologi dipelopori juga oleh : Lotze Brentano, Husserl, Scheller, dan Nocolai Hatmann. Scheller mengontraskannya dengan praeksologi, yaitu pengertian umum mengenai hakikat tindakan, secara khusus bersangkutan dengan dientologi, yaitu teori moralitas mengenai tindakan yang benar. Dalam penilaiannya, terdapat dua bidang yang paling popular saat ini, yaitu yang bersangkutan dengan tingkah laku keadaan atau tampilan fisik.
Dengan demikian kita mengenal aksiologi dalam dua jenis, yaitu etika dan estetik
1. Etika adalah bagian filsafat yang mempersoalkan penilain atas perbuatan dari sudut baik atau jahat.etika dalam bahasa yunani ethos yang artinya kebiasaan atau habit atau custom.
2. Estetika merupakan bagian filsafat yang mempersoalkan penilaian atas sesuatu dari sudut indah dan jelek,secara umum estetika mengkaji mengenai apa yang membuat rasa senang.
Menurut Dagobert Runes mengemukakan beberapa persoalan yang berkaitan dengan nilai yang menyangkut, hakikat nilai, tipe nilai criteria niai dan status metafisika nilai.Mengenai hakikat nilai banyak dikemukakan diantaranya teori voluntarisme teori ini mengemukakan bahwa nilai adalah suatu pemuasan terhadap suatu keinginan atau kemamuan. Menurut kaum hedonism menyatakan bahwa hakikat nilai adalah “pleasure” atau kesenangan. Semua manuasia mengarah pada kesenangan. Menurut formalism nilai adalah kemauan yang bijaksana yang didasarkan pada akal rasional. Menurut pragmatism, nilai itu baik apabia memenuhi kebutuhan dan memiliki nilai instrumental, sebagian alat untuk mencapai tujuan.
Sedangkan tipe nilai dapat dibedakan anatara nilaiinstinsik dan nilaiinstrumental. Nilai instrinsik merupakan nilai akhir yang menjadi tujuan sedangkan nilai instrumental merupakan alat untuk mencapai nilai instinsik.
Sebagai contoh nilai instrinsik adalah nilai yang dipancarkan oleh suatu lukisan, dan shalat lima waktu merupakan nilai instrinsik dan merupakan suatu perbuatan yang sangat luhur. Nilai instrumentalnya bahwa dengan melaksanakan shalat akan mencegahperbuatan yang keji/jahat yang dilarang oleh Allah dan tujuan akhirnya mendapat kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.
Yang dimaksud dengan criteria nilai adalah sesuatu yang menjadi ukuran nilai, bagaimana nilai yang baik, dan bagaimana nilai yang tidak baik. Kaum hedisme menemukan nilai sejumlah” kesenangan” (peasure) yang dicapai oleh individu atau masyarakat.

Bagi kaum pragmatis, criteria nilai adalah”kegunaannya” dalam kehidupan, bagi individu atau masyarakat. Yang dimaksud metafisik nilai adalah bagaimana hubungan nilai- nilai tersebut dengan realitas dan dibagi menjadi tiga bagian :
1. Subyektivisme : Value is entirely dependent on and relative to
human experience of it.
2. Logical objektivisme, value are logical essences for subsistences, independent of their being known, yet not eksistesial status of action in relity;
3. Metaphysical objektivise, values or norms or ideals are integral objective an active constituents of the Metaphysical real.
Menurut objektivisme, nilai itu berdiri sendiri namun bergantung dan berhubungan dengan pengalaman manusia. Pertimbangan terhadap nilai berbeda antara manusia yang satu dengan yang lainnya. Menurut objektivisme logis, nilai itu suatu kehidupan yang logis tidak terkait pada kehidupan yang dikenalnya, namun tidak memiliki status dan gerak di dalam kenyataan. Menurut objektivisme metafisik, nilai adalah suatu yang lengkap, objektif, dan merupakan bagian aktif dari realitas metafisik.
a. Karakteristik nilai
Ada beberapa karakteristik nialai yang berkaitan dengan teori nilai yaitu :
1) Nilai Objektif atau Subjektif
Nilai itu objektif jika ia tergantung pada subjek atau kesadaran yang menilai: sebaliknya nilai itu subjektif jika eksistensinya, maknanya, dan validitasnya tergantung pada realisasi subjekyang melakukan penilaian, tanpa merpertimbangkan apakah ini bersifat pisikis atau fisik. suatu nilai dikatakan objektif apabila nilai tersebut memiliki kebenarannya tanpa memperhatikan pemilihan dan penilaian manusia. Contohnya : nilai-nilai baik, benar, cantik merupakan realitas alam, yang merupakan bagian dari sifat-sifat yang dimiliki oleh benda atau tindakan tersebut.
Nilai itu subjektif apabila nilai tersebut memiliki preferensi pribadi,dikatakan baik karena dinilai oleh seseorang.
2) Nilai dikatakan absolut atau abadi
Apabila nilai yang berlaku sekarang sudah berlaku sejak masa lampau dan akan berlaku secara absah sepanjang masa, serta akan berlaku bagi siapapun tanpa memperhatikan ras, maupun kelas socio.
Dipihak lain ada yang beranggapan bahwa semua nilai relative sesuai dengan harapan dan keinginan manusia yang selalu berubah, maka nilai itupun mengungkapkan perubahan-perubahan tersebut. Nilai berubah merespon dalam kondisi baru, ajaran baru, agama baru, penemuan-penemuan baru dalam sains dan teknologi, kemajuan dalam pendidikan dan lainnya.
b. Tingkatan Hierarki Nilai
Terdapat beberapa pandangan yang berkaitan dengan hierarki nilai: pertama, kaum idealis berpandangan secara pasti terhadap tingkatan nilai, dimana nilai spiritual lebih tinggi dari pada non spiritual (nilai material). Mereka menempatkan nilai religi pada tingkat yang tinggi karena nilai religi membantu manusia dalam menemukan akhir hidupnya, dan merupakan kesatuan dengan nilai spiritual, Kedua kaum realis juga berpandangan bahwa terdapat tingkatan nilai, dimana mereka menempatkan nilai rasional dan empiris pada tingkatan atas, sebab mambantu manusia realitas objektif, hukum alam dan aturan berpikir logis, ketiga, kaum pragmatis menolak tingkatan nilai secara pasti. Menurut mereka suatu aktifitas dikatakan baik seperti yang lainnya, apabila memuaskan kebutuhan yang penting, dan memiliki nilai instrumental.Kemudian bagaimana dengan nilai dalam ilmu pengetahuan. Seorang ilmuwan haruslah bebas dalam menentukan topik penelitiannya, bebas dalam melakukan eksperimen-eksperimen. Kebebasan inilah nantinya akan dapat mengukur kualitas kemampuannya. Ketika seorang ilmuwan bekerja, ia hanya tertuju pada proses kerja ilmiahnya dan tujuan agar penelitiannya berhasil dengan baik. Nilai objektif hanya menjadi tujuan utamanya, dia tidak mau terikat dengan nilai-nilai subjektif, seperti nilai-nilai dalam masyarakat, nilai agama, nilai adat dan sebagainya. Bagi seorang ilmuwan kegiatan ilmiahnya dan kebenaran ilmiahnya adalah sangat penting.Perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan telah menciptakan berbagai bentuk kemudahan bagi manusia. Namun apakah hal itu selalu demikian? Bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan berkah dan penyelamat bagi manusia, manusia terbebas dari kutuk yang membawa malapetaka dan kesengsaraan. Memang dengan jalan mempelajari teknologi seperti pembuatan bom atom manusia bisa memanfaatkan wujudnya sebagai sumber energy dan keselamatan manusia tetapi di pihak lain hal ini bisa juga berakibat sebaliknya, yakni membawa manusia kepada penciptaan bom atom yang menimbulkan malapetaka. Menghadapi hal yang demikian, ilmu pengetahuan yang pada esensinya mempelajari sebagaimana adanya, mulai dipertanyakan untuk apa sebenarnya ilmu itu dipergunakan? Untuk menjawab pertanyaan seperti itu, apakah para ilmuwan harus berpaling pada hakekat moral? Bahwa ilmu itu berkaitan erat dengan persoalan nilai-nilai moral. Keterkaitan ilmu dengan nilai-nilai moral (agama) sebenarnya sudah terbantahkan ketika Copernicus mengemukakan teorinya “Bumi yang berputar mengelilingi matahari) sementara ajaran agama menilai sebaliknya maka timbulah interaksi antara ilmu dengan moral yang berkonotasi metafisik, sedangkan di pihak lain, terdapat keinginan agar ilmu mendasarkan kepada pernyataan-pernyataan yang terdapat dalam ajaran-ajaran di luar bidang keilmuan, di antarnya agama. Timbulah konflik yang bersumber pada penafsiran metafisik ini, yang berkulminasi pada pengadilan inkuisisi Galileo, yang oleh pengadilan dipaksa untuk mencabut pernyataannya bahwa bumi berputar mengelilingi matahari. Pengadilan inkuisisi Galileo ini selama kurang lebih 2,5 abad mempengaruhi proses perkembangan berpikir di Eropa. Dalam kurun waktu ini para ilmuwan berjuang untuk menegakkan ilmu berdasarkan penafsiran alam sebagaimana adanya dengan semboyan “Ilmu yang bebas nilai”, setelah pertarungan itulah ilmuwan mendapatkan kemenangan dengan memperoleh keotonomian ilmu. Artinya kebebasan dalam melakukan penelitian dalam rangka mempelajari alam sebagaimana adanya.Setelah ilmu mendapatkan otonomi yang terbebas dari segenap nilai yang bersifat dogmatic, ilmu dengan leluasa dapat mengembangkan dirinya baik dalam bentuk abstrak maupun konkret, seperti teknologi. Teknologi tidak diragukan lagi manfaatnya bagi manusia. Kemudian timbul pertanyaan, bagaimana dengan teknologi yang mengakibatkan proses dehumanisasi, apakah ini merupakan masalah kebudayaan ataukah masalah moral? Apakah teknologi itu menimbulkan ekses yang negatif terhadap masyarakat. Dihadapkan dengan masalah moral dalam ekses ilmu dan teknologi yang bersifat merusak, para ilmuwan terbagi dalam dua golongan pendapat. Golongan pertama berpendapat bahwa ilmu harus bersifat netral terhadap nilai-nilai baik itu secara ontologism maupun aksiologis dalam hal ini ilmuwan hanyalah menemukan pengetahuan dan terserah pada orang lain untuk mempergunakannya, apakah akan dipergunakan untuk tujuan yang baik ataukah untuk tujuan yang buruk. Golongan ini ingin melanjutkan tradisi ilmu secara total seperti pada waktu era Galileo. Golongan kedua berpendapat bahwa netralitas ilmu terhadap nilai-nilai hanya terbatas pada metafisik keilmuan, sedangkan dalam penggunaannya harus berlandaskan nilai-nilai moral.
Golongan kedua mendasarkan pendapatnya pada beberapa hal, yakni:
1) Ilmu secara factual telah dipergunakan secara deduktif oleh manusia yang dibuktikan oleh adanya dua perang dunia yang mempergunakan teknologi keilmuan.
2) Ilmu telah berkembang dengan pesat dan makin esoteric hingga kaum ilmuwan lebih mengetahui tentang ekses-ekses yang mungkin terjadi bila terjadi penyalahgunaan
3) Ilmu telah berkembang pesat sedemikian rupa di mana terdapat kemungkinan bahwa ilmu dapat mengubah manusia dan kemanusiaan yang paling hakiki seperti pada kasus revolusi genetika dan teknik perbuatan social.
Berdasarkan hal di atas, maka golongan kedua berpendapat bahwa ilmu secara moral harus ditujukan untuk kebaikan manusia tanpa merendahkan martabat atau mengubah hakikat kemanusiaan.Dari dua pendapat golongan di atas, kelihatannya netralitas ilmu terletak pada efistemologisnya saja, artinya tanpa berpihak pada siapapun, selain kepada kebenaran yang nyata.
Sedangkan secara ontologis dan aksiologis, ilmuwan harus mampu menilai mana yang baik dan mana yang buruk, yang pada hakikatnya mengharuskan seorang ilmuwan mempunyai landasan moral yang kuat. Tanpa ini seorang ilmuwan akan lebih merupakan seorang momok yang menakutkan.Etika keilmuan merupakan etika yang normative yang merumuskan prinsip-prinsip etis yang dapat dipertanggungjawabkan secara rasional dan dapat diterapkan dalam ilmu pengetahuan. Tujuan etika keilmuan adalah agar seorang ilmuwan dapat menerapkan prinsip-prinsip moral, yaitu yang baik dan menghindarkan dari yang buruk ke dalam prilaku keilmuannya. Sehingga ia menjadi ilmuwan yang mempertanggung jawabkan prilaku ilmiahnya. Etika normatife menetapkan kaidah-kaidah yang mendasari pemberian penilaian terhadap perbuatan-perbuatan apa yang seharusnya dikerjakan dan apa yang seharusnya terjadi serta menetapkan apa yang bertentangan dengan yang seharusnya terjadi.Pokok persoalan dalam etika keilmuan selalu mengacu kepada”elemen-elemen”) kaidah moral, yaitu hati nurani kebebasan dan tanggungjawab nilai dan norma yang bersifat utilitaristik (kegunaan). Hatinurani disini adalah penghayatan tentang yang baik dan yang buruk yang dihubungkan dengan prilaku manusia.nilai dan norma yang harus berada pada etika keilmuan adalah nilai dan norma moral. Lalu apa yang menjadi kriteria pada nilai dan norma moral itu ? Nilai moral tidak berdiri sendiri, tetapi ketika ia berada pada atau menjadi seseorang, ia akan bergabung dengan nilai yang ada seperti nilai agama, hukum budaya dan sebagainya. Yang paling utama dalam nilai moral adalah yang terkait dengan tanggungjawab seseorang. Norma moral menentukan apakah seseorang berlaku baik ataukah buruk dari sudut etis. Bagi seorang ilmuwan, nilai dan norma moral yang dimilikinya akan menjadi penentu, apakah ia sudah menjadi ilmuwan yang baik atau belum.Penerapan ilmu pengetahuan yang telah dihasilkan oleh para ilmuwan, apakah itu berupa teknologi, maupun teori-teori emansipasi masyarakat dan sebagainya itu, mestilah memperhatikan nilai-nilai kemanusiaan, nilai agama, nilai adat, dan sebagainya. Ini berarti ilmu pengetahuan tersebut sudah tidak bebas nilai. Karena ilmu sudah berada ditengah-tengah masyarakat luas dan masyarakat akan mengujinya.Oleh karena itu, tanggungjawab lain yang berkaitan dengan penerapan teknologi dimasyarakat, yaitu menciptakan hal positif. Namun, tidak semua teknologi dan ilmu pengetahuan memiliki dampak positif ketika berada ditengah masyarakat. Kadangkala teknologi berdampak negatif, misalnya masyarakat menolak atau mengklaim suatu teknologi bertentangan atau tidak sejalan dengan keinginan atau pandangan- pandangan yang telah ada sebelumnya seperti rekayasa genetic (cloning manusia) yang dapat dianggap bertentangan dengan kodrat manusia atau ajaran agama. Dalam persoalan ini perlu ada penjelasan lebih lanjut. Bagi seorang ilmuwan apabila ada semacam kritikan terhadap ilmu, ia harus berjiwa besar, bersifat terbuka untuk menerima kritik dari masyarakat. Tugas seorang ilmuwan harus menjelaskan hasil penelitiannya sejernih mungkin atas dasar rasionalitas dan metodologi yang tepat.
Dibidang etika, tanggungjawab seorang ilmuwan, bukan lagi memberi informasi namun harus memberi contoh. Dia harus bersifat objektif, terbuka menerima kritik, dan menerima pendapat orang lain, kukuh dalam pendirian yang dianggap benar, dan kalau berani mengakui kesalahan. Semua sifat ini, merupakan implikasi etis dari proses penemuan kebenaran secara ilmiah. Ditengah situasi dimana nilai mengalami kegoncangan, maka seorang ilmuwan harus tampil di depan. Pengetahuan yang dimilikinya merupakan kekuatan yang akan memberinya keberanian. Hal yang sama harus dilakukan pada masyarakat yang sedang membangun, seorang ilmuwan harus bersikap seperti seorang pendidik dengan memberikan contoh yang baik.kemudian bagaimana solusi bagi ilmu yang terkait dengan nilai-nilai ilmu pengetahuan harus terbuka pada konteksnya, dan agamalah yang menjadi konteksnya itu. Agama mengarahkan ilmu pengetahuan pada tujuan hakikinya, yakni memahami realitas alam, dan memahami eksistensi Alloh, agar manusia menjadi sadar akan hakekat penciptaan dirinya, dan tidak mengarahkan ilmu pengetahuan “melulu” pada praxis, pada kemudahan-kemudahan material duniawi. Solusi yang diberikan oleh Al-Quran terhadap ilmu pengetahuan yang terikat dengan nilai adalah dengan cara mengembalikan imu pengetahuan pada jalur semestinya, sehingga ia menjadi berkah dan rahmat kepada manusia dan alam bukan sebaliknya membawa mudorat.berdasarkan sejarah tradisi islam ilmu tidaklah berkembang pada arah yang tak terkendali, tapi ia harus bergerak pada arah maknawi dan umat berkuasa untuk mengendalikannya. Kekuasaan manusia atas ilmu pengetahuan harus mendapat tempat yang utuh, eksistensi ilmu pengetahuan bukan “melulu” untuk medesak kemanusiaan, tetapi kemanusiaan yang menggenggam ilmu pengetahuan untuk kepentingan dirinya dalam rangka penghambaan diri kepada sang pencipta.tentang tujuan ilmu pengetahuan, ada beberapa perbedaan pendapat antara filosof dengan para ulama. Sebagian berpendapat bahwa pengetahuan sendiri merupakan tujuan pokok bagi orang yang menekuninya, dan mereka ungkapkan tentang hal ini dengan ungkapan, ilmu pengetahuan untuk ilmu pengetahuan, seni untuk seni, sastra untuk sastra, dan lain sebagainya. Menurut mereka ilmu pengetahuan hanyalah sebagai objek kajian untuk mengembangkan ilmu pengetahuan sendiri. Sebagian yang lain cenderung berpendapat bahwa tujuan ilmu pengetahuan merupakan upaya para peneliti atau imuwan menjadikan ilmu pengetahuan sebagai alat untuk menambah kesenangan manusia dalam kehidupan yang terbatas dimuka bumi ini.menurut pendapat yang kedua ini, ilmu pengetahuan itu, untuk meringankan beban hidup manusia atau untuk membuat manusia senang, karena dari ilmu pengetahuan itulah yang nantinya akan melahirkan teknologi. Teknologi jelas sangat dibutuhkan oleh manusia untuk mengatasi berbagai masalah, seperti kebutuhan pangan, sandang, energi, kesehatan dan lain sebagainya. Sedangkan pendapat yang lainnya cenderung menjadikan ilmu pengetahuan sebagai alat untuk meningkatkan kebudayaan dan kemajuan umat manusia secara keseluruhan.

BAB III
KESIMPULAN

Aksiologi adalah ilmu yang mengkaji tentang nilai-nilai, baik yang bersifat atau obyektif, bersifat personal atau impersonal, baik nilai yang selalu berubah atau tetap. Adapun aksiologi terbagi menjadi dua kajian yaitu etika dan estetika.Etika the study of value in human conduct, estetika the study of value in the realms of beauty and art.Menurut Bramel, aksiologi terbagi dalam tiga bagian.Pertama, moral conduct, yaitu tindakan moral, bidang ini melahirkan disiplin khusus, yakni etika.Kedua, esthetic expression, yaitu ekspresi keindahan. Bidang ini melahirkan keindahan.Ketiga, sosio political life, yaitu kehidupan sosial politik, yang akan melahirkan filsafat sosio politik.Dalam Encliclopedya of Philosophy dijelaskan, aksiologi Value and Valuation. Ada tiga bentuk value and Valuation:
1) Nilai, digunakan sebagai kata benda abstrak. Dalam pengertian yang lebih sempit seperti: baik, menarik, dan bagus. Sedangkan dalam pengertian yang lebih luas mencakup sebagai tambahan segala bentuk kewajiban, kebenaran, dan kesucian.
2) Nilai juga digunakan sebagai kata kerja dalam ekspresi menilai,memberi nilai dan dinilai.
3) Menilai umumnya sinonim dengan evaluasi ketika hal tersebut secara aktif digunakan untuk menilai perbuatan. Dewey membedakan dua hal tentang menilai, ia bisa berarti menghargai dan mengevaluasi.
Dari definisi-definisi mengenai aksiologi diatas, terlihat dengan jelas bahwa permasalahan yang utama adalah mengenai nilai.
Makna “etika” dipakai dalam dua bentuk arti, pertama, etika merupakan suatu kumpulan pengetahuan mengenai penilaian terhadap perbuatan manusia.
Etika menilai perbuatan manusia, maka lebih tepat kalau dikatakan bahwa objek formal etika adalah norma-norma kesusilaan manusia, dan dapat dikatakan pula bahwa etika mempelajari tingkah laku manusia ditinjau dari segi baik dan tidak baik didalam suatu kondisi yang normatif, yaitu suatu kondisi yang melibatkan norma-norma. Sedangkan estetika berkaitan dengan nilai pengalaman keindahan yang dimiliki oleh manusia terhadap lingkungan dan fenomena disekelilingnya.
Gagasan aksiologi dipelopori juga oleh : Lotze Brentano, Husserl, Scheller, dan Nocolai Hatmann. Scheller mengontraskannya dengan praeksologi, yaitu pengertian umum mengenai hakikat tindakan, secara khusus bersangkutan dengan dientologi, yaitu teori moralitas mengenai tindakan yang benar. Dalam penilaiannya, terdapat dua bidang yang paling popular saat ini, yaitu yang bersangkutan dengan tingkah laku keadaan atau tampilan fisik. Dengan demikian kita mengenal aksiologi dalam dua jenis, yaitu etika dan estetika:
1) Etika adalah bagian filsafat yang mempersoalkan penilain atas perbuatan dari sudut baik atau jahat.etika dalam bahasa yunani ethos yang artinya kebiasaan atau habit atau custom.
2) Estetika merupakan bagian filsafat yang mempersoalkan penilaian atas sesuatu dari sudut indah dan jelek,secara umum estetika mengkaji mengenai apa yang membuat rasa senang.
Menurut Dagobert Runes mengemukakan beberapa persoalan yang berkaitan dengan nilai yang menyangkut, hakikat nilai, tipe nilai criteria nilai dan status metafisika nilai.
a. Mengenai hakikat nilai
b. Tipe nilai dapat dibedakan anatara nilai instinsik dan nilai instrumental.Nilai instrinsik merupakan nilai akhir yang menjadi tujuan sedangkan nilai instrumental merupakan alat untuk mencapai nilai instinsik.
c. Criteria nilai adalah sesuatu yang menjadi ukuran nilai, bagaimana nilai yang baik, dan bagaimana nilai yang tidak baik. Kaum hedisme menemukan nilai sejumlah” kesenangan” (peasure) yang dicapai oleh individu atau masyarakat.
d. Tingkatan Hierarki Nilai Terdapat beberapa pandangan yang berkaitan dengan hierarki nilai: pertama, kaum idealis berpandangan secara pasti terhadap tingkatan nilai, dimana nilai spiritual lebih tinggi dari pada non spiritual (nilai material).
Golongan kedua mendasarkan pendapatnya pada beberapa hal,
yakni:
1. Ilmu secara factual telah dipergunakan secara deduktif oleh manusia yang dibuktikan oleh adanya dua perang dunia yang mempergunakan teknologi keilmuan
2. Ilmu telah berkembang dengan pesat dan makin esoteric hingga kaum ilmuwan lebih mengetahui tentang ekses-ekses yang mungkin terjadi bila terjadi penyalahgunaan
3. Ilmu telah berkembang pesat sedemikian rupa di mana terdapat kemungkinan bahwa ilmu dapat mengubah manusia dan kemanusiaan yang paling hakiki seperti pada kasus revolusi genetika dan teknik perbuatan social.
4. Berdasarkan hal di atas, maka golongan kedua berpendapat bahwa ilmu secara moral harus ditujukan untuk kebaikan manusia tanpa merendahkan martabat atau mengubah hakikat kemanusiaan.

Dari dua pendapat golongan di atas, kelihatannya netralitas ilmu terletak pada efistemologisnya saja, artinya tanpa berpihak pada siapapun, selain kepada kebenaran yang nyata.sedangkan secara ontologis dan aksiologis, ilmuwan harus mampu menilai mana yang baik dan mana yang buruk, yang pada hakikatnya mengharuskan seorang ilmuwan mempunyai landasan moral yang kuat.
anpa ini seorang ilmuwan akan lebih merupakan seorang momok yang
menakutkan.etika keilmuan merupakan etika yang normative yang merumuskan prinsip-prinsip etis yang dapat dipertanggungjawabkan secara rasional dan dapat diterapkan dalam ilmu pengetahuan. Tujuan etika keilmuan adalah agar seorang ilmuwan dapat menerapkan prinsip-prinsip moral, yaitu yang baik dan menghindarkan dari yang buruk ke dalam prilaku keilmuannya.pokok persoalan dalam etika keilmuan selalu mengacu kepada”elemen-elemen”) kaidah moral, yaitu hati nurani kebebasan dan tanggungjawab nilai dan norma yang bersifat utilitaristik (kegunaan). Hatinurani disini adalah penghayatan tentang yang baik dan yang buruk yang dihubungkan dengan prilaku manusia.nilai dan norma yang harus berada pada etika keilmuan adalah nilai dan norma moral. Lalu apa yang menjadi kriteria pada nilai dan norma moral itu ? Nilai moral tidak berdiri sendiri, tetapi ketika ia berada pada atau menjadi seseorang, ia akan bergabung dengan nilai yang ada seperti nilai agama, hukum budaya dan sebagainya. Yang paling utama dalam nilai moral adalah yang terkait dengan tanggungjawab seseorang. Norma moral menentukan apakah seseorang berlaku baik ataukah buruk dari sudut etis.
Dibidang etika, tanggungjawab seorang ilmuwan, bukan lagimemberi informasi namun harus memberi contoh. Dia harus bersifat objektif, terbuka menerima kritik, dan menerima pendapat orang lain, kukuh dalam pendirian yang dianggap benar, dan kalau berani mengakui kesalahan.
Berdasarkan sejarah tradisi islam ilmu tidaklah berkembang pada arah yang tak terkendali, tapi ia harus bergerak pada arah maknawi dan umat berkuasa untuk mengendalikannya. Kekuasaan manusia atas ilmu pengetahuan harus mendapat tempat yang utuh, eksistensi ilmu pengetahuan bukan “melulu” untuk medesak kemanusiaan, tetapi kemanusiaan yang menggenggam ilmu pengetahuan untuk kepentingan dirinya dalam rangka penghambaan diri kepada sang pencipta.Tentang tujuan ilmu pengetahuan, ada beberapa perbedaan pendapat antara filosof dengan para ulama. Sebagian berpendapat bahwa pengetahuan sendiri merupakan tujuan pokok bagi orang yang menekuninya, dan mereka ungkapkan tentang hal ini dengan ungkapan, ilmu pengetahuan untuk ilmu pengetahuan, seni untuk seni, sastra untuk sastra, dan lain sebagainya.. Teknologi jelas sangat dibutuhkan oleh manusia untuk mengatasi berbagai masalah, seperti kebutuhan pangan, sandang, energi, kesehatan dan lain sebagainya. Sedangkan pendapat yang lainnya cenderung menjadikan ilmu pengetahuan sebagai alat untuk meningkatkan kebudayaan dan kemajuan umat manusia secara keseluruhan dimuka bumi.

DAFTAR PUSTAKA


Bakhtiar, Amsal, (2004). Filsafat Ilmu. PT Raja Grafindo Persada
Sadulloh, Uyoh, (2007) Filsafat Pendidikan.Bumi Siliwangi, Peerbit Cipta
Utama
A.Wiramiharja, Sutardjo, (2006). Pengantar Filsafat. Bandung. Rflika
Aditama.
Sumber internet : http://mswibowo.blogspot.com/2009/01/aksiologi-nilai-
dan-etika.html
Sumber internet : http://www.scribd.com/doc/9212538/makalah-aksiologi
Sumber internet : http://e-je.blogspot.com/2009/01/aksiologi.html

Perkembangan Islam Asia Tenggara

BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Di Asia Tenggara, Islam merupakan kekuatan sosial yang patut diperhitungkan, karena hampir seluruh negara yang ada di Asia Tenggara penduduknya, baik mayoritas ataupun minoritas memeluk agama Islam. Misalnya, Islam menjadi agama resmi negara federasi Malaysia, Kerajaan Brunei Darussalam, negara Indonesia (penduduknya mayoritas atau sekitar 90% beragama Islam), Burma (sebagian kecil penduduknya beragama Islam), Republik Filipina, Kerajaan Muangthai, Kampuchea, dan Republik Singapura (Muzani, 1991: 23).
Dari segi jumlah, hampir terdapat 300 juta orang di seluruh Asia Tenggara yang mengaku sebagai Muslim. Berdasar kenyataan ini, Asia Tenggara merupakan satu-satunya wilayah Islam yang terbentang dari Afrika Barat Daya hingga Asia Selatan, yang mempunyai penduduk Muslim terbesar.Asia Tenggara dianggap sebagai wilayah yang paling banyak pemeluk agama lslamnya. Termasuk wilayah ini adalah pulau-pulau yang terletak di sebelah timur lndia sampai lautan Cina dan mencakup lndonesia, Malaysia dan Filipina.
Sejak abad pertama, kawasan laut Asia Tenggara, khususnya Selat Malaka sudah mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam kegiatan pelayaran dan perdagangan internasional yang dapat menghubungkan negeri-negeri di Asia Timur Jauh, Asia Tenggara dan Asia Barat. Perkembangan pelayaran dan perdagangan internasional yang terbentang jauh dari Teluk Persia sampai China melalui Selat Malaka itu kelihatan sejalan pula dengan muncul dan berkembangnya kekuasaan besar, yaitu China dibawah Dinasti Tang (618-907), kerajaan Sriwijaya (abad ke-7-14), dan Dinasti Umayyah (660-749).Mulai abad ke-7 dan ke-8 (abad ke-1 dan ke-2 H), orang Muslim Persia dan Arab sudah turut serta dalam kegiatan pelayaran dan perdagangan sampai ke negeri China. Pada masa pemerintahan Tai Tsung (627-650) kaisar ke-2 dari Dinasti Tang, telah datang empat orang Muslim dari jazirah Arabia. Yang pertama, bertempat di Canton (Guangzhou), yang kedua menetap dikota Chow, yang ketiga dan keempat bermukim di Coang Chow.
Sejak abad ke-7 dan abad selanjutnya Islam telah datang di daerah bagian Timur Asia, yaitu di negeri China, khususnya China Selatan. Namun ini menimbulkan pertanyaan tentang kedatangan Islam di daerah Asia Tenggara. Sebagaimana dikemukakan diatas Selat Malaka sejak abad tersebut sudah mempunyai kedudukan penting. Karena itu, boleh jadi para pedagang dan munaligh Arab dan Persia yang sampai di China Selatan juga menempuh pelayaran melalui Selat Malaka. Kedatangan Islam di Asia Tenggara dapat dihubungkan dengan pemberitaan dari I-Cing, seorang musafir Budha, yang mengadakan perjalanan dengan kapal yang di sebutnya kapal Po-Sse di Canton pada tahun 671.


BAB II
PEMBAHASAN
Sejarah Perkembangan Islam Asia Tenggara

I. Peradaban Islam Di Asia Tenggara
A. Proses Masuknya Islam di Asia Tenggara
Islam masuk ke Asia Tenggara disebarluaskan melalui kegiatan kaum pedagang. Hal ini berbeda dengan daerah Islam di Dunia lainnya yang disebarluaskan melalui penaklulan Arab dan Turki. Islam masuk di Asia Tenggara dengan jalan damai, terbuka dan tanpa pemaksaan sehingga Islam sangat mudah diterima masyarakat Asia Tenggara.
Mengenai kedatangan Islam di negara-negara yang ada di Asia Tenggara hamper semuanya didahului oleh interaksi antara masyarakat di wilayah kepulauan dengan para pedagang Arab, India, Bengal, Cina, Gujarat, Iran, Yaman dan Arabia Selatan. Pada abad ke-5 sebelum Masehi Kepulauan Melayu telah menjadi tempat persinggahan para pedagang yang berlayar ke Cina dan mereka telah menjalin hubungan dengan masyarakat sekitar Pesisir. Kondisi semacam inilah yang dimanfaatkan para pedagang Muslim yang singgah untuk menyebarkan Islam pada warga sekitar pesisir.
1. Saluran perdagangan
Pada taraf permulaan, proses masuknya Islam adalah melalui perdagangan. Kesibukan lalu-lintas perdagangan pada abad ke-7 hingga ke-16 membuat pedagangpedagang Muslim (Arab, Persia dan India) turut ambil bagian dalam perdagangan dari negeri-negeri bagian Barat, Tenggara dan Timur Benua Asia. Saluran Islamisasi melaui perdagangan ini sangat menguntungkan karena para raja dan bangsawan turut serta dalam kegiatan perdagangan, bahkan mereka menjadi pemilik kapal dan saham. Mereka berhasil mendirikan masjid dan mendatangkan mullah-mullah dari luar sehingga jumlah mereka menjadi banyak, dan karenanya anak-anak Muslim itu menjadi orang Jawa dan kaya-kaya.
Di beberapa tempat penguasa-penguasa Jawa yang menjabat sebagai Bupati Majapahit yang ditempatkan di pesisir Utara Jawa banyak yang masuk Islam, bukan karena hanya faktor politik dalam negeri yang sedang goyah, tetapi karena factor hubungan ekonomi dengan pedagang-pedagang Muslim. Perkembangan selanjutnya mereka kemudian mengambil alih perdagangan dan kekuasaan di tempat-tempat tinggalnya.
2. Saluran perkawinan
Dari sudut ekonomi, para pedagang Muslim memiliki status sosial yang lebih baik daripada kebanyakan pribumi, sehingga penduduk pribumi terutama puteri-puteri bangsawan, tertarik untuk menjadi isteri saudagar-saudagar itu. Sebelum dikawin mereka diislamkan terlebih dahulu. Setelah mereka mempunyai keturunan, lingkungan mereka makin luas, akhirnya timbul kampung-kampung, daerah-daerah dan kerajaan Muslim.
Dalam perkembangan berikutnya, ada pula wanita Muslim yang dikawini oleh keturunan bangsawan; tentu saja setelah mereka masuk Islam terlebih dahulu. Jalur perkawinan ini jauh lebih menguntungkan apabila antara saudagar Muslim dengan anak bangsawan atau anak raja dan anak adipati, karena raja dan adipati atau bangsawan itu kemudian turut mempercepat proses Islamisasi. Demikianlah yang terjadi antara Raden Rahmat atau sunan Ampel dengan Nyai Manila, Sunan Gunung Jati dengan puteri Kawunganten, Brawijaya dengan puteri Campa yang mempunyai keturunan Raden Patah (Raja pertama Demak) dan lain-lain.
3. Saluran pendidikan
Islamisasi juga dilakukan melalui pendidikan, baik pesantren maupun pondok yang diselenggarakan oleh guru-guru agama, kiai-kiai dan ulama. Di pesantren atau pondok itu, calon ulama, guru agama dan kiai mendapat pendidikan agama. Setelah keluar dari pesantren, mereka pulang ke kampung masing-masing atau berdakwak ketempat tertentu mengajarkan Islam. Misalnya, pesantren yang didirikan oleh Raden rahmat di Ampel Denta Surabaya, dan Sunan Giri di Giri. Kleuaran pesantren ini banyak yang diundang ke Maluku untuk mengajarkan Agama Islam.
4. Saluran kesenian
Saluran Islamisasi melaui kesenian yang paling terkenal adalah pertunjukan wayang. Dikatakan, Sunan Kalijaga adalah tokoh yang paling mahir dalam mementaskan wayang. Dia tidak pernah meminta upah pertunjukan, tetapi ia meminta para penonton untuk mengikutinya mengucapkan kalimat syahadat. Sebagian besar cerita wayang masih dipetik dari cerita Mahabarata dan Ramayana, tetapi dalam serita itu di sisipkan ajaran nama-nama pahlawan Islam. Kesenian-kesenian lainnya juga dijadikan alat Islamisasi, seperti sastra (hikayat, babad dan sebagainya), seni bangunan dan seni ukir.
5. Saluran politik
Di Maluku dan Sulawesi selatan, kebanyakan rakyat masuk Islam setelah rajanya memeluk Islam terlebih dahulu. Pengaruh politik raja sangat membantu tersebarnya Islam di daerah ini. Di samping itu, baik di Sumatera dan Jawa maupun di Indonesia Bagian Timur, demi kepentingan politik, kerajaan-kerajaan Islam memerangi kerajaan-kerajaan non Islam. Kemenangan kerajaan Islam secara politis banyak menarik penduduk kerajaan bukan Islam itu masuk Islam.
Untuk lebih memperjelas bagaimana proses masuknya agama Islam di Asia Tenggara ini, ada 3 teori diharapkan dapat membantu memperjelas tentang penerimaan Islam yang sebenarnya:
a. Menekankan peran kaum pedagang yang telah melembagakan diri mereka di beberapa wilayah pesisir lndonesia, dan wilayah Asia Tenggara yang lain yang kemudian melakukan asimilasi dengan jalan menikah dengan beberapa keluarga penguasa local yang telah menyumbangkan peran diplomatik, dan pengalaman lnternasional terhadap perusahaan perdagangan para penguasa pesisir. Kelompok pertama yang memeluk agama lslam adalah dari penguasa lokal yang berusaha menarik simpati lalu-lintas Muslim dan menjadi persekutuan dalam bersaing menghadapi pedagang-pedagang Hindu dari Jawa. Beberapa tokoh di wilayah pesisir tersebut menjadikan konversi ke agama lslam untuk melegitimasi perlawanan mereka terhadap otoritas Majapahit dan untuk melepaskan diri dari pemerintahan beberapa lmperium wilayah tengah Jawa.
b. Menekankan peran kaum misionari dari Gujarat, Bengal dan Arabia. Kedatangan para sufi bukan hanya sebagai guru tetapi sekaligus juga sebagai pedagang dan politisi yang memasuki lingkungan istana para penguasa, perkampungan kaum pedagang, dan memasuki perkampungan di wilayah pedalaman. Mereka mampu mengkomunikasikan visi agama mereka dalam bentuknya, yang sesuai dengan keyakinan yang telah berkembang di wilayah Asia Tenggara. Dengan demikian dimungkinkan bahwa masuknya Islam ke Asia Tenggara agaknya tidak lepas dengan kultur daerah setempat.
c. Lebih menekankan makna lslam bagi masyarakat umum dari pada bagi kalangan elite pemerintah. Islam telah menyumbang sebuah landasan ldeologis bagi kebajikan lndividual, bagi solidaritas kaum tani dan komunitas pedagang, dan bagi lntegrasi kelompok parochial yang lebih kecil menjadi masyarakat yang lebih besar (Lapidus, 1999:720-721). Agaknya ketiga teori tersebut bisa jadi semuanya berlaku, sekalipun dalam kondisi yang berbeda antara satu daerah dengan yang lainnya. Tidak terdapat proses tunggal atau sumber tunggal bagi penyebaran lslam di Asia Tenggara, namun para pedagang dan kaum sufi pengembara, pengaruh para murid, dan penyebaran berbagai sekolah agaknya merupakan faktor penyebaran lslam yang sangat penting.

B. Penyebaran Islam di Asia Tenggara dan Indonesia
Sejak abad pertama, kawasan laut Asia Tenggara, khususnya Selat Malaka sudah mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam kegiatan pelayaran dan perdagangan internasional yang dapat menghubungkan negeri-negeri di Asia Timur Jauh, Asia Tenggara dan Asia Barat. Perkembangan pelayaran dan perdagangan internasional yang terbentang jauh dari Teluk Persia sampai China melalui Selat Malaka itu kelihatan sejalan pula dengan muncul dan berkembangnya kekuasaan besar, yaitu China dibawah Dinasti Tang (618-907), kerajaan Sriwijaya (abad ke-7-14), dan Dinasti Umayyah (660-749).
Model bangunan makam-makam para wali di Indonesia berbeda dengan makam-makam para imam dan keturunan imam di Indonesia, bahkan bisa dikatakan sangat sederhana. Adapun pengaruh Iran yang penting setelah revolusi Islam terlihat pada kelompok Syi’ah di Indonesia. Di kepulauan Indonesia, sebagian besar sayid Alawi berasal dari wilayah Hadramaut, Yaman, yang sangat berperan besar dalam dakwah Islam. Sayid bermakna ’pemimpin atau petunjuk’. Di dalam al-Qur’an, Allah SWT berfirman :
وَقَالُوا رَبَّنَا إِنَّا أَطَعْنَا سَادَتَنَا وَكُبَرَاءنَا فَأَضَلُّونَا السَّبِيلَا
Artinya :
Dan mereka berkata, wahai Tuhan kami, kami telah menaati para pemimpin dan orang-orang terhormat di antara kami, dan mereka telah menyesatkan kami dari jalan yang benar.
Rasulullah, Muhammad saw, tentang Fatimah as bersabda, “Fatimah adalah penghulu wanita seluruh alam.” Kemudian, tentang cucunya, Imam Husain as, Nabi saw bersabda, “Al-Husain adalah penghulu para pemuda surga.” Berdasarkan pandangan ini,, dikatakan bahwa para sayid adalah anak keturunan Rasulullah saw serta pemimpin kabilah dan kaum, misalnya al-Ishfahani mengatakan, “Makna sayid adalah penguasa atau pemimpin keluarga, sebagaimana Ustman bin Affan sebagai sayid keluarganya.”
Sayid pun digunakan untuk julukan bagi ahli tasawuf dan para wali. Pada abad ke-8 H, kelompok Syi’ah Dua Belas Imam, para pengikut Imam Ali bin Abi Thalib, juga disebut dengan sayid. Pada abad ke-8 H, terdapat seseorang bernama Naqib Ahlulbait, Abu Barakat bin Ali al-Husaini dikenal dengan julukan as-Sayid asy-Syarif.
Umumnya, julukan “syarif” adalah gelar bagi anak keturunan Hasan bin Ali as, yang kebanyakan hidup di Madinah. Sementara itu, gelar “sayid” digunakan bagi anak keturunan Husain bin Ali as, yang kebanyakan tinggal di Hadramaut, Yaman.
Komunitas para sayid Hadramaut juga dijuluki dengan habib (haba’ib), yang artinya adalah anggota Ahlulbait. Sejumlah besar sayid dari Hadramaut telah berhijrah ke kepulauan Indonesia. Dikatakan bahwa wilayah Hadramaut di Yaman memiliki pohon-pohon kurma yang kuat, pepohonan yang indah, dan padang-padang berpasir dengan Laut Merah, dan juga memiliki sejarah dan peradaban kuno. Pada abad ke-5 dan 6 M, negeri indah Yaman adalah sumber sengketa antara kekasaisaran Romawi dan Persia. Pada awal abad ke-7 M, negeri ini menjadi bagian dari pemerintahan Islam yang berpusat di Madinah.
Pada masa kejatuhan Irak ke tangan Islam, Muslim Hadramaut memiliki peran besar dalam peperangan antara pasukan Islam dan pasukan kerajaan Sasani. Setelah itu, sejumlah besar masyarakat Hadramaut hijrah ke Irak, secara khusus pada zaman kekuasaan Khalifah Umar bin Khattab. Kemudian, pada zaman ‘Ali bin Abi Thaib as, pasukan Hadramaut yang berada di Irak menjadi pendukung Khalifah Ali as dalam peperangan Jamal dan Shiffin dan sejumlah besar dari mereka menerima mazhab Syi’ah.
Mulai abad ke-7 dan ke-8 (abad ke-1 dan ke-2 H), orang Muslim Persia dan Arab sudah turut serta dalam kegiatan pelayaran dan perdagangan sampai ke negeri China. Pada masa pemerintahan Tai Tsung (627-650) kaisar ke-2 dari Dinasti Tang, telah dating empat orang Muslim dari jazirah Arabia. Yang pertama, bertempat di Canton (Guangzhou), yang kedua menetap dikota Chow, yang ketiga dan keempat bermukim di Coang Chow. Orang Muslim pertama, Sa’ad bin Abi Waqqas, adalah seorang muballigh dan sahabat Nabi Muhammad SAW dalam sejarah Islam di China. Ia bukan saja mendirikan masjid di Canto, yang disebut masjid Wa-Zhin-Zi (masjid kenangan atas nabi).
Karena itu, sampai sekarang kaum Muslim China membanggakan sejarah perkembangan Islam di negeri mereka, yang dibawa langsung oleh sahabat dekat Nabi Muhammad SAW sendiri, sejak abad ke-7 dan sesudahnya. Makin banyak orang Muslim berdatangan ke negeri China baik sebagai pedagang maupun mubaligh yang secara khusus melakukan penyebaran Islam. Sejak abad ke-7 dan abad selanjutnya Islam telah datang di daerah bagian Timur Asia, yaitu di negeri China, khususnya China Selatan.
Namun ini menimbulkan pertanyaan tentang kedatangan Islam di daerah Asia Tenggara. Sebagaimana dikemukakan diatas Selat Malaka sejak abad tersebut sudah mempunyai kedudukan penting. Karena itu, boleh jadi para pedagang dan munaligh Arab dan Persia yang sampai di China Selatan juga menempuh pelayaran melalui Selat Malaka. Kedatangan Islam di Asia Tenggara dapat dihubungkan dengan pemberitaan dari I-Cing, seorang musafir Budha, yang mengadakan perjalanan dengan kapal yang di sebutnya kapal Po-Sse di Canton pada tahun 671. Ia kemudian berlayar menuju arah selatan ke Bhoga (di duga daerah Palembang di Sumatera Selatan). Selain pemberitaan tersebut, dalam Hsin-Ting-Shu dari masa Dinasti yang terdapat laporan yang menceritakan orang Ta-Shih mempunyai niat untuk menyerang kerajaan Ho-Ling di bawah pemerintahan Ratu Sima (674).
Dari sumber tersebut, ada dua sebutan yaitu Po-Sse dan Ta-Shih. Menurut beberapa ahli, yang dimaksud dengan Po-Sse adalah Persia dan yang dimaksud dengan Ta-Shih adalah Arab. Jadi jelaslah bahwa orang Persia dan Arab sudah hadir di Asia Tenggara sejak abad-7 dengan membawa ajaran Islam.
Terdapat perbedaan pendapat di kalangan ahli sejarah tentang tempat orang Ta Shih. Ada yang menyebut bahwa mereka berada di Pesisir Barat Sumatera atau di Palembang. Namun adapula yang memperkirakannya di Kuala Barang di daerah Terengganu. Terlepas dari beda pendapat ini, jelas bahwa tempat tersebut berada di bagian Barat Asia Tenggara. Juga ada pemberitaan China (sekitar tahun 758) dari Hikayat Dinasti Tang yang melaporkan peristiwa pemberontakan yang dilakukan orang Ta-Shih dan Po-Se. Mereka mersak dan membakar kota Canton (Guangzhoo) untuk membantu kaum petani melawan pemerintahan Kaisar Hitsung (878-899).
Setelah melakukan perusakan dan pembakaran kota Canton itu, orang Ta-Shih dan Po-Se menyingkir dengan kapal. Mereka ke Kedah dan Palembang untuk meminta perlindungan dari kerajaan Sriwijaya. Berdasarkan berita ini terlihat bahwa orang Arab dan Persia yang sudah merupakan komunitas Muslim itu mampu melakukan kegiatan politik dan perlawanan terhadap penguasa China. Ada beberapa pendapat dari para ahli sejarah mengenai masuknya Islam ke Indonesia :
1. Menurut Zainal Arifin Abbas, Agama Islam masuk ke Indonesia pada abad ke-7 M (684 M). Pada tahun tersebut datang seorang pemimpin Arab ke Tiongkok dan sudah mempunyai pengikut dari Sumatera Utara. Jadi, agama Islam masuk pertama kali ke Indonesia di Sumatera Utara.
2. Menurut Dr. Hamka, Agama Islam masuk ke Indonesia pada tahun 674 M. Berdasarkan catatan Tiongkok , saat itu datang seorang utusan raja Arab Ta Cheh (kemungkinan Muawiyah bin Abu Sufyan) ke Kerajaan Ho Ling (Kaling/Kalingga) untuk membuktikan keadilan, kemakmuran dan keamanan pemerintah Ratu Shima di Jawa.
3. Menurut Drs. Juneid Parinduri, Agama Islam masuk ke Indonesia pada tahun 670 M karena di Barus Tapanuli, didapatkan sebuah makam yang berangka Haa-Miim yang berarti tahun 670 M.
4. Seminar tentang masuknya Islam ke Indonesia di Medan tanggal 17-20 Maret 1963, mengambil kesimpulan bahwa Islam masuk ke Indonesia pada abad I H/abad 7 M langsung dari Arab. Daerah pertama yang didatangi ialah pasisir Sumatera. Sedangkan perkembangan Agama Islam di Indonesia sampai berdirinya k
Kerajaan-kerajaan Islam di bagi menjadi tiga fase, antara lain :
a. Singgahnya pedagang-pedagang Islam di pelabuhan-pelabuhan Nusantara. Sumbernya adalah berita luar negeri, terutama Cina;
b. Adanya komunitas-komunitas Islam di beberapa daerah kepulauan Indonesia. Sumbernya di samping berita-berita asing juga makam-makam Islam;
c. Berdirinya kerajaan-kerajaan Islam (Abdullah, 1991:39).

C. Perkembangan Keagamaan dan Peradaban
Sebagaimana telah diuraikan di atas, pada term penyebaran Islam di Asia Tenggara yang tidak terlepas dari kaum pedagang Muslim. Hingga kontrol ekonomi pun di monopoli oleh mereka. Disamping itu pengaruh ajaran Islam sendiripun telah mempengaruhi berbagai aspek kehidupan Masyarakat Asia Tenggara. Islam mentransformasikan budaya masyarakat yang telah di-Islamkan di kawasan ini, secara bertahap. Islam dan etos yang lahir darinya muncul sebagai dasar kebudayaan.
Namun dari masyarakat yang telah di-Islamkan dengan sedikit muatan lokal. Islamisasi dari kawasan Asia Tenggara ini membawa persamaan di bidang pendidikan. Pendidikan tidak lagi menjadi hak istimewa kaum bangsawan. Tradisi pendidikan Islam melibatkan seluruh lapisan masyarakat. Setiap Muslim diharapkan mampu membaca al Qur’an dan memahami asas-asas Islam secara rasional dan dan dengan belajar huruf Arab diperkenalkan dan digunakan di seluruh wilayah dari Aceh hingga Mindanao. Bahasabahasa lokal diperluasnya dengan kosa-kata dan gaya bahasa Arab. Bahasa Melayu secara khusus dipergunakan sebagai bahasa sehari-hari di Asia Tenggara dan menjadi media pengajaran agama. Bahasa Melayu juga punya peran yang penting bagi pemersatu seluruh wilayah itu.
Sejumlah karya bermutu di bidang teologi, hukum, sastra dan sejarah, segera bermunculan. Banyak daerah di wilayah ini seperti Pasai, Malaka dan Aceh juga Pattani muncul sebagai pusat pengajaran agama yang menjadi daya tarik para pelajar dari sejumlah penjuru wilayah ini.
System pendidikan Islam kemudian segera di rancang. Dalam banyak batas, Masjid atau Surau menjadi lembaga pusat pengajaran. Namun beberapa lembaga seperti pesantren di Jawa dan pondok di Semenanjung Melaya segera berdiri. Hubungan dengan pusat-pusat pendidikan di Dunia Islam segera di bina. Tradisi pengajaran Paripatetis yang mendahului kedatangan Islam di wilayah ini tetap berlangsung. Ibadah Haji ke Tanah Suci di selenggarakan, dan ikatan emosional, spritual, psikologis, dan intelektual dengan kaum Muslim Timur Tengah segera terjalin. Lebih dari itu arus imigrasi masyarakat Arab ke wilayah ini semakin deras.
Di bawah bimbingan para ulama Arab dan dukungan negara, wilayah ini melahirkan ulama-ulama pribumi yang segera mengambil kepemimpinan lslam di wilayah ini. Semua perkembangan bisa dikatakan karena lslam, kemudian melahirkan pandangan hidup kaum Muslim yang unik di wilayah ini. Sambil tetap memberi penekanan pada keunggulan lslam, pandangan hdup ini juga memungkinkan unsur-unsur local masuk dalam pemikiran para ulama pribumi. Mengenai masalah identitas, internalisasi Islam, atau paling tidak aspek luarnya, oleh pendudukan kepulauan membuat Islam muncul sebagai kesatuan yang utuh dari jiwa dan identitas subyektif mereka. Namun fragmentasi politik yang mewarnai wilayah ini, di sisi lain, juga melahirkan perasaan akan perbedaan identitas politik diantara penduduk yang telah di Islamkan.
D. Cara Pengislaman di Indonesia
Perjalanan dakwah awal Islam di Nusantara tak terbatas hanya di Sumatera atau Jawa saja. Hampir seluruh sudut kepulauan Indonesia telah tersentuh oleh indahnya konsep rahmatan lil alamin yang dibawa oleh Islam.
Ada beberapa contoh islamisasi di kepulauan Nusantara, seperti :
1. Islamisasi Kalimantan
Para ulama awal yang berdakwah di Sumatera dan Jawa melahirkan kader-kader dakwah yang terus menerus mengalir. Islam masuk ke Kalimantan atau yang lebih dikenal dengan Borneo kala itu. Di pulau ini, ajaran Islam masuk dari dua pintu.
Jalur pertama yang membawa Islam masuk ke tanah Borneo adalah jalur Malaka yang dikenal sebagai Kerajaan Islam setelah Perlak dan Pasai. Jatuhnya Malaka ke tangan penjajah Portugis kian membuat dakwah semakin menyebar. Para mubaligh-mubaligh dan komunitas Islam kebanyakan mendiami pesisir Barat Kalimantan.
Jalur lain yang digunakan menyebarkan dakwah Islam adalah para mubaligh yang dikirim dari Tanah Jawa. Ekspedisi dakwah ke Kalimantan ini menemui puncaknya saat Kerajaan Demak berdiri. Demak mengirimkan banyak mubaligh ke negeri ini. Perjalanan dakwah pula yang akhirnya melahirkan Kerajaan Islam Banjar dengan ulama-ulamanya yang besar, salah satunya adalah Syekh Muhammad Arsyad al Banjari. (Baca: Empat Sekawan Ulama Besar)
2. Islamisasi Sulawesi
Ribuan pulau yang ada di Indonesia, sejak lama telah menjalin hubungan dari pulau ke pulau. Baik atas motivasi ekonomi maupun motivasi politik dan kepentingan kerajaan. Hubungan ini pula yang mengantar dakwah menembus dan merambah Celebes atau Sulawesi.
Menurut catatan company dagang Portugis yang datang pada tahun 1540 saat datang ke Sulawesi, di tanah ini sudah bisa ditemui pemukiman Muslim di beberapa daerah. Meski belum terlalu besar, namun jalan dakwah terus berlanjut hingga menyentuh raja-raja di Kerajaan Goa yang beribu negeri di Makassar.
Raja Goa pertama yang memeluk Islam adalah Sultan Alaidin al Awwal dan Perdana Menteri atau Wazir besarnya, Karaeng Matopa pada tahun 1603. Sebelumnya, dakwah Islam telah sampai pula pada ayahanda Sultan Alaidin yang bernama Tonigallo dari Sultan Ternate yang lebih dulu memeluk Islam. Namun Tonigallo khawatir jika ia memeluk Islam, ia merasa kerajaannya akan di bawah pengaruh kerajaan Ternate.
Beberapa ulama Kerajaan Goa di masa Sultan Alaidin begitu terkenal karena pemahaman dan aktivitas dakwah mereka. Mereka adalah Khatib Tunggal, Datuk ri Bandang, datuk Patimang dan Datuk ri Tiro. Dapat diketahui dan dilacak dari nama para ulama di atas, yang bergelar datuk-datuk adalah para ulama dan mubaligh asal Minangkabau yang menyebarkan Islam ke Makassar.
Pusat-pusat dakwah yang dibangun oleh Kerajaan Goa inilah yang melanjutkan perjalanan ke wilayah lain sampai ke Kerajaan Bugis, Wajo Sopeng, Sidenreng, Tanette, Luwu dan Paloppo.
3. Islamisasi Maluku
Kepulauan Maluku yang terkenal kaya dengan hasil bumi yang melimpah membuat wilayah ini sejak zaman antik dikenal dan dikunjungi para pedagang seantero dunia. Karena status itu pula Islam lebih dulu mampir ke Maluku sebelum datang ke Makassar dan kepulauan-kepulauan lainnya.
Kerajaan Ternate adalah kerajaan terbesar di kepulauan ini. Islam masuk ke wilayah ini sejak tahun 1440. Sehingga, saat Portugis mengunjungi Ternate pada tahun 1512, raja ternate adalah seorang Muslim, yakni Bayang Ullah. Kerajaan lain yang juga menjadi representasi Islam di kepulauan ini adalah Kerajaan Tidore yang wilayah teritorialnya cukup luas meliputi sebagian wilayah Halmahera, pesisir Barat kepulauan Papua dan sebagian kepulauan Seram.
Ada juga Kerajaan Bacan. Raja Bacan pertama yang memeluk Islam adalah Raja Zainulabidin yang bersyahadat pada tahun 1521. Di tahun yang sama berdiri pula Kerajaan Jailolo yang juga dipengaruhi oleh ajaran-ajaran Islam dalam pemerintahannya.
4. Islamisasi Papua
Beberapa kerajaan di kepulauan Maluku yang wilayah teritorialnya sampai di pulau Papua menjadikan Islam masuk pula di pulau Cendrawasih ini. Banyak kepala-kepala suku di wilayah Waigeo, Misool dan beberapa daerah lain yang di bawah administrasi pemerintahan kerajaan Bacan. Pada periode ini pula, berkat dakwah yang dilakukan kerajaan Bacan, banyak kepala-kepala suku di Pulau Papua memeluk Islam. Namun, dibanding wilayah lain, perkembangan Islam di pulau hitam ini bisa dibilang tak terlalu besar.
5. Islamisasi Nusa Tenggara
Islam masuk ke wilayah Nusa Tenggara bisa dibilang sejak awal abad ke-16. Hubungan Sumbawa yang baik dengan Kerajaan Makassar membuat Islam turut berlayar pula ke Nusa Tenggara. Sampai kini jejak Islam bisa dilacak dengan meneliti makam seorang mubaligh asal Makassar yang terletak di kota Bima. Begitu juga dengan makam Sultan Bima yang pertama kali memeluk Islam. Bisa disebut, seluruh penduduk Bima adalah para Muslim sejak mula.
Selain Sumbawa, Islam juga masuk ke Lombok. Orang-orang Bugis datang ke Lombok dari Sumbawa dan mengajarkan Islam di sana. Hingga kini, beberapa kata di suku-suku Lombok banyak kesamaannya dengan bahasa Bugis.
Dengan data dan perjalanan Islam di atas, sesungguhnya bisa ditarik kesimpula, bahwa Indonesia adalah negeri Islam. Bahkan, lebih jauh lagi, jika dikaitkan dengan peran Islam di berbagai kerajaan tersebut di atas, Indonesia telah memiliki cikal bakal atau embrio untuk membangun dan menjadi sebuah negara Islam.

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Islam sebagai sebuah pemerintahan hadir di Indonesia sekitar abad ke-12, namun sebenarnya Islam sudah sudah masuk ke Indonesia pada abad 7 Masehi. Saat itu sudah ada jalur pelayaran yang ramai dan bersifat internasional melalui Selat Malaka yang menghubungkan Dinasti Tang di Cina, Sriwijaya di Asia Tenggara dan Bani Umayyah di Asia Barat sejak abad 7.
Pengaruh Iran terhadap Indonesia kebanyakan dalam bidang kebudayaan, kesusastraan, pemikiran, dan tasawuf. Pada kenyataannya, kebudayaan bangsa Iran cukup berpengaruh terhadap seluruh dunia. Masyarakat Iran, setelah menerima agama Islam, banyak menemukan keahlian dalam semua bidang ilmu keislaman, yang tidak satu pun dari bangsa lainnya yang sampai kepada derajat tersebut.


DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an dan Hadits
Aboebakar Atjeh, Masuknya Islam, Penerbit Lentera, Jakarta, 1995
A.H. Hill (ed), Hikayat Raja-raja Pasai, JMBRAS, 1960,
Ibnu Saad, Tabaqat, Leiden, 1940, Vol. VII
Isfahani, Kitab al-Aghani, Math’ah Bulak, Cairo, 1285 A.H Vol. XVII

Sejarah Peradilan Islam

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
“Das rech wird nicht gemacht,aber ist und wird dem volke” maksudnya hukum itu tidak di buat melainkan tumbuh bersama masyarakat,seperti yang dikatakan oleh Friendrich karl von savignya mengenai hukum. hukum berasal dari jiwa masyarakat/volkgeist yang kegunaannya adalah seperti yang di ungkapkan oleh mochtar kusumaatmadja,yaitu: Hukum adalah seperangkat azas dan kaidah yang mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat dan meliputi juga lembaga(institusi) dan proses yang mewujudkan berlakunya kaidah tersebut dalam kenyataannya. selanjutnya hukum memerlukan seperangkatnya untuk dapat menegakkan hukum itu sendiri.seperti yang dikatakan oleh friendman dalam bukunya the legal system,yaitu :
1. Substansi hukum adalah norma norma hukum (peraturan-peraturan) yang dihasilkan oleh produk hukum;
2. Struktur hukum adalah kelembagaan yang diciptakan system hukum yang memungkin pelayanan dan penegakkan hukum;dan
3. Budaya hukum adalah ide ide,sikap,harapan,pendapat,dan nilai nilai yang berhubungan dengan hukum(bias positif/negative) yang akan di bahas dalam makalah ini adalah mengenai struktur hukum itu sendiri atau disebut juga dengan perangkat hukum di Indonesia terdiri dari: badan peradilan,badan penegak hukum yaitu kepolisian,dan kejaksaan.peradilan di Indonesia berfungsi untuk mendapatkan keadilan setalah tidak berhasil menempuh atau mengunakan jalur jalur atau upaya upaya hukum lainnya.

BAB II
PERKEMBANGAN PERADILAN DI INDONESIA SEJAK ZAMAN PEJAJAHAN SAMPAI DENGAN MASA KEMERDEKAAN

A. Masa Kerajaan
Jika berbicara mengenai peradilan di Indonesia maka kita tidak terlepas dari hukum dan perkembangan.pertama kali yang akan di bahas adalah mengenai sejarah yang berlaku di Indonesia.
Masa kerajaan di Indonesia,peradilan di pegang sepenuhnya raja dikarenakan tidak adanya pemisahan kekuasaan seperti yang di maksud oleh Montesquieu dalam’ trias politica ’-nya.seluruh badan Negara seperti: Eksikutif sebagai penyelenggara pemerintahan.Legeslatif sebagai pembuat undang undang/peraturan,dan Yudikatif sebagai badan peradilan,di pegang oleh kekuasaan yang absholut .sebelum abad ke-7.indonesia pada saat itu mengunakan hukum asli daerah masing masing.dengan pengetua adat yang menjadi hakim pada saat itu.kepala adat,suku,kampung desa atau apapun juga namanya berkewajiban untuk menyelesaikan perselisihan dan menjatuhkan hukuman ,yang pada umumnya di damping oleh beberapa orang yang disegani pada dearah tertentu sebagai penesehatnya.
Pada abad ke VII sampai dengan abad XIV Indonesia pada saat itu Indonesia mengunakan hukum adat yang di tambah dengan hukum agama hindu.dikarenakan hindu sudah mulai masuk ke Indonesia.dalam hal peradilan di Indonesia telah terjadi pemisahan di antara peradilan raja dengan peradilan yang dilakukan oleh pejabat pejabat tertentu.yang terdiri dari:perkara perdata (perkara
Yang menjadi urusan peradilan raja); dan perkara padu (perkara yang tidak menjadi peradilan raja ) perkara perdata pada umumnya adalah perkara yang dapat membahayakan mahkota,membahayakan keamanan dan ketertiban Negara,sedangkan perkara padu,yaitu perkara yang mengenai kepentingan rakyat dan peseorangan.hukum agama hindu adalah hukum yang melegitimasi kekuasaan raja.raja adalah penjelmaan dari paham Negara.perkara perkara yang tidak di tangani oleh raja di adili oleh pejabat Negara yang di sebut dengan jaksa.menurut filsafat hukum hindu,raja bukan saja lambang Negara,akan tetapi Negara sendiri.
Pada abad XIV sampai XVII,hukum di Indonesia di pengaruhi oleh hukum agama islam selain agama hindu dan hukum adat.dengan masuknya agama islam ke Indonesia,maka tata hukum di Indonesia mengalami perubahan juga.hukum islam pada akhirnya tidak saja mengantikan kedudukan hukum hindu.peradilan pada masa ini terletak di serambi masjid agung.perkara perkara pada urusan pengadilan disebut kisas.pimpinan pengadilan,miskipun pada prinsipnya masih di tangan raja tetapi dilakukan peralihan oleh raja ke tangan penghulu,di bantu oleh beberapa a’lim ulama. Sebagai anggotanya.dalam hal ini menyimpang dari hukum islam dimana menurut hukum islam yang menjadi hakim itu hanya satu orang saja.di sebut dengan khodi.pengadilan surambi ini merupakan suatu majlis yang mengambil keputusan dengan cara musyawarah untuk mencapai mufakat adalah hukum asli pemutusan perkara di putuskan oleh raja yang berdasarkan usulan dari pengadilan surambi tadi.namun dalam hal ini raja tidak pernah mengambil keputusan yang menyimpang atau bertentangan dengan nasehat tersebut.dimana pengadilan surambi mempunyai kewibawaan di mata rakyat.
Pada abad XVII-1819,system peradilan Indonesia berubah dari system hukum agama islam ke system hukum agama hindu yang tidak terlepas dari Hukum adat masing-masing daerah.terjadinya perebutan kekuasaan inilah yang menyebabkan perubahan system peradilan tersebut berubah juga.
B. Masa Kolonial Belanda
Pada masa zaman pemerintahan hindia –belanda (1600-an-1942)
Indonesia di bagi menjadi 2(dua) daerah,yaitu.
1. Daerah lansung,dan
Daerah lansung yang di perintah oleh belanda lebih sempit daerahnya di bandingkan dengan daerah yang tidak lansung di perintah oleh raja-raja.pada daerah tidak lansung terdapat peradilan,sebagai berikut:
a. Landraad;
b. Raad van justite
c. Hooggerechtshof(HGH);
2. Daerah tidak lansung
Pada daerah tidak lansung terdapat peradilan,sebagai berikut:
a. Peradilan gubernemen;
b. Peradilan swapraja (oleh raja)

Ada tiga peradilan pemerintah untuk orang Indonesia: Pengadilan distrik (kewedanan) untuk perkara ringan;Pengadilan kabupaten untuk perkara perkara lebih besar; dan akhirnya laadraad di setiap ibukota kabupaten.Ke- laadraad-lah semua perkara pidana dan perdata yang penting penting di antara orang Indonesia dan orang orang yang di masukkan dalam status Indonesia di ajukan.pada akhirnya semua ketua landraad adalah ahli hukum yang berpendidikan tetapi sampai tahun 1920.-an .mereka semua juga orang belanda. Suatu unsur yang sebenarnya mencerminkan pemerintahan lansung.dengan kata lain.landraad.bertindak sebagai pengadilan negeri.
Raad van justitie juga bertindak sebagai pengadilan pada tingkat banding sedangkan hooggerechtshof,bertindak pada pengadilan tingkat kasasi,untuk perkara orang pribumi yang di adili oleh laandraad.
Pengadilan swapraja yang ada dan diklola oleh raja raja,sultan sultan dan atau pangeran pangeran.untuk daerah daerah yang di perintah lansung oleh hindia belanda juga didapati beragam bentuk beda penyelesaian sengketa lain seperti yang lazim di sebut pengadilan desa(desa rechtspraak).
Laandraad merupakan pengadilan tingkat pertama bagi golongan bumiputera dan raad van justitie tingkat kedua sedangkan bagi golongan eropa pengadilan tingkat pertamanya adalah raad van justitie.
Pada pengadilan raad van justite ini dikerjakan oleh seorang advokat-fiskal.yang didalam pidana menjadi penuntut umum,akan tetapi didalam perkara sipil bertindak sebagai anggota biasa.jadi,badan pengadilan dalam tingkat pertama dan terakhir untuk pegawai pegawai belanda di lakukan pada pengadilkan ini; badan pengadilan appel buat penduduk kota yang minta bandingan atas keputasan keputasan dari schepenbank. di lakukan juga pada pengadilan ini.






Dualisime Tata Cara Peradilan Indonesia
Dualisme badan peradilan telah berjalan selama bertahun tahun lamanya penggolongan penduduk dan pengolongan hukum yang mempengaruhi peradilan.
Untuk eropa tingkat peradilan yaitu.
a. Hooggerechtshof (HGH);dan
b. Raad van justitie(R v J)
Untuk orang pribumi tingkat peradilannya yaitu.
a. Districtgercht.
b. Regentschapsgerecht
c. Laandraad
d. Rechtbank van ommegang: dan
e. Rechtspraak ter politierol
Peradilan di Indonesia dibenahi agar dapat memperluas kewenangan peradilan belanda dengan menarik sedikit demi sedikit kewenangan raja raja yang berkuasa. keruwetan hukum yang ada di Indonesia bukan hanya ada pada subtansi hukum melainkan peradilannya juga.
C. Masa pendudukan jepang
Pada tahun 1942-1945 setelah pulau jawa di kuasai oleh jepang maka dikeluarkanlah peraturan balatentara jepang pada tanggal 8 Maret 1942.No.1.dalam mana ditentukan bahwa buat sementara segala undang undang dan peraturan peraturan dari pemerintah hindia belanda dahulu terus belaku,asal tidak bertentangan degnan peraturan peraturan balatentara jepang.
Dengan undang undang No.14 tahun 1942 ditetapkan”peraturan pengadilan pemerintah balatentara dai-nippon”-.dengan peraturan ini didirikan pengadilan pengadilan sipil,yang akan mengadili perkara perkara pidana dan perdata.disamping pengadilan pengadilan itu di bentuk juga kejaksaan.
Pengadilan pengadilan sipil tersebut antara lain.
1. Gunsei hooin(pengadilan pemerintah balatentara )berlaku untuk semua penduduk hindia belanda;
2. Semua badan pengadilan dari pemerintah hindia belanda.kecuali residentiegerecht yang di hapus berdasarkan undang undang No.14 tahun 1942 di ganti namanya:
a. Laandraad menjadi tihoo hooin( pengadilan negeri)
b. Landgerecht menjadi keizai hooin (hakim kepolisian)
c. Regentscahgerecht menjadi ken hooin (pengadilan kabupaten)
d. Districtsgerecht menjadi gun hooin (pengadilan kewedanan )
3. Berdasarkan undang undang no.34 tahun 1942 ditentukan bahwa appel kepada dua badan pengadilan tersebut untuk sementara waktu tidak di perkenankan.
Seluruh peraturan perundang undangan tentang peradilan dan pengadilan di zaman pendudukan jepang itu,yang amat dirasakan oleh segenap penduduk dari segala lapisan dan golongan,adalah kenyataan bahwa sesungguhnya tidak ada keadilan,oleh karena tidak ada ke bebasan dan kemerdekaan setiap waktu orang dapat di tangkap itu tidak diserahkan pada pengadilan,kalau tidak di bunuh,ia terus ditutup dengan tidak pernah diperiksa oleh pengadilan.



D. Masa Kemerdekaan
pada masa kemerdekaan Indonesia wilayah peradilan terbagi 3 yaitu.
1. Daerah yang dikuasai republic;
Dengan undang undang no 19 tahun 1948 tentang badan bandan pengadilan dalam daerah republic Indonesia.peradilan di Indonesia terdiri dari:
a. Peradilan umum
b. Peradilan tata usaha pemerintahan;dan
c. Peradilan ketentaraan
Begitu juga dengan kejaksaan dalam peradilan umum di atur dalam pasal 11 undang undang no 19 tahun 1948tentang badan bandan pengadilan dalam daerah republic Indonesia tersiri dari :
a. Kejaksaan negeri
b. Kejasaan tinggi; dan
c. Kejasaan agung
Pada masa itu sudah dapat dilihat bahwa peradilan di Indonesia sudah lebih lengkap,terbukti dengan sudah adanya badan peradilan dan kejaksaan.
2. Daerah yang dikusai belanda; dan
Belanda dating lagi ke Indonesia dengan masuknya tentara nederlandsch indie civil administratie(NICA) .maka di dalam hal pengadilan pertama yang di buat oleh NICA adalah landrechter- landrechter buat mengadili perkara perkara sipil,akan tetapi kerena timbul kebutuhan secara mendesak untuk mengadakan pengadilan yang harus menyelesaikan perkara perdata,terutama di lapangan hubungan kekeluargaan.berhubungan dengan banyaknya orang orang niat bercerai.yang hendak mengakui atau mengesahkan anak dan sebagainya,maka diusahakan supaya segera di bentuk badan badan pengadilan perdata,dualism pengadilan pada saat itu sudah diha[puskan.kerna belanda mengadakan keseragaman di dalam penyelenggaraan peradilan.

3. Daerah Negara Negara bagian
Tujuan politik belanda adalah melumpuhkan kekuatan republic Indonesia kesatuan dan menisolir republic sama sekali.maka dibeberapa daerah didirikan Negara Negara bagian.yang masing masing mengatur pengadilanya sendiri sendiri,yaitu:
a. Negara Bagian Pasundan
Ada 2(dua) macam pengadilan pada Negara bagian pasundan,yaitu:pengadilan Negara, dan pengadilan tinggi
b. Negara Sumatra timur,dan
Ada 2 (dua)macam pengadilan pada Negara bagian Sumatra timur yaitu: pengadilan Negara, dan mahkamah agung
c. Negara Indonesia timur.
Ada 4 (empat)macam pengadilan pada Negara bagian Indonesia timur,yaitu:negorijrechtbanken,districsgerchten.pengadilan Negara,dan mahkamah justitie.
Republic Indonesia serikat tidak lama berdiri,sehingga tidak berkesempatan untuk mengatur lebih jauh apa yang perlu di adakan di lapangan kehakiman,pada tahun 1950.republik Indonesia serikat di bubarkan dan diganti dengan republic Indonesia kesatuan.
Berikut ini dapat dilihat penerapan hukum dan masa kekuasaan yang digunakan dari sebelum abad ke VII sampai dengan tahun 2008melalui bagan kemajemukan hukum Indonesia dari sebelum abad ke VII sampai dengan tahun 2008.


BAB III
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat ditarik dari penulisan ini,sebagai berikut:
a. Pada masa kerajaan,peradilan dilaksanakan oleh raja yang berkuasa yang di bantu dengan para pejabat kerajaan yang berkuasa di daerah daerah.
b. Pada masa kolenial belanda pengadilan dilaksanakan keberpihakan kepada belanda yang memilki pepastian hukum,keadilan,dan kemampaatan tetapi dalam hal ini belanda-lah yang berkuasa.pemberlakuan hukum belum rata karena hukum positif tidak diterapkan untuk seluruh masyarakat tetapi pada hanya orang orang eropa.dan pribumi yang melakukan tunduk sukarela.
c. Pada zaman pendudukan jepang,peradilan dilakukan dengan tidak adanya kebebasan dan kemerdekaan,setiap orang yang bersalah tidak di adili melainkan dibunuh oleh tentara jepang.
d. Pada zaman kemerdekaan peradilan di bagi dalam tiga daerah.yaitu daerah yang dikuasai oleh republic,daerah yang di kuasai oleh belanda.dan daerah Negara bagian setiap daerah berlainan dalam system peradilannya,;dan
e. Badan peradilan sudah ada sejak zaman kerajaan di Indonesia namun system,peraturan dan perangkatnya saja yang memilki perbedaan.







KEPUSTAKAAN
Zulkarnain.kritik terhadap pemikiran hukum mazhab sejarah.fakultas hokum universitas sematra utara.medan.2003.h.4
Kusumaatmadja mohtar.pengertian hukum
Saregar Mahmul modul perkuliahan teori hukum,sekolah pascasarjana universitas Sumatra utara.medan 2008
Sudikno martokusumo,kemendirian hakim ditanjau dari struktur lembaga kehakiman
Satya arinanto.catatan perkuliaha politik hukum.sekolah pascasarjana universitas Sumatra utara.medan 2008
Montesquieu.trias politica wikipidia 2008.
Sunarmi. Modus perkulihan sejarah hukum.sekolah universitas pascasarjana Sumatra utara.medan .2008
Muhammad arifin.peradilan di Indonesia.paradnya paramita.cet III jakatra pusat.1978.hal.7
Sanwani Catatan perkuliahan sejarah hukum.sekolah pascasarjana universitas Sumatra utara,medan.2008
Annida rasmani.badan peradilan zaman hindia belanda dan jepang.
Wikipidia NICA.http.//.id.wikipidia.org/wiki/NICA

Hukum Isra' Mi'raj Nabi Muhammad SAW

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah

Para shahabat nabi memang tidak pernah mengadakan ritual apapun,termasuk tidak pernah merayakan hari lahirnya nabi muhammad SAW,dan tidak pernah merayakan hari turunnya Al-Qur’an dan isra’ma’raj’-nya nabi muhammad SAW.semua itu tidak pernah dilakukan di zaman sahabat,apalagi di zaman nabi masih hidup.tidak ada satupun ulama yang menolak realita ini.semua mengakui bahwa di masa itu belum ada kegiatan seperti itu.

Namun ketika ada orang atau kalangan masyarakat muslim yang kemudian melakukannya seperti yang kita lihat di berbagai negara muslim,apakah itu harus dilarang?apakah perayaan itu menjadi bid’ah dan haram untuk dikerjakan? Yang jadi titik masalah adalah: apakah secara khusus nabi Muhammad saw,melarang semua perayaan itu? Apakah ada dalil dari Al-Qur’an dan sunnah yang shahih dimana secara eksplisit Nabi SAW mengharamkan semua perayaan itu? Ataukah larangan itu merupakan hasil ijtihad sebagian kalangan.jawaban yang seperti ini tidak pernah ke titik final kesepakatan.para ulama dan umat islam banyak berbeda dalam menyikapinya. Sebagian kalangan tanpa tedeng aling-aling lansung mengeluarkan fatwa haram dan bid’ah. Artinya siapa saja yang melakukan berbagai kegiatan ini berdosa besar dan matinya akan masuk neraka.

Namun sebagian lainnya memandang dengan sudut pandang berbeda,meski tetap mengakui bahwa di masa nabi Muhammad saw. Dan di masa para sahabat tidak pernah ada kegiatan seperti ini,namun dalam pandangan mereka kegiatan seperti ini tidak lantas menjadi haram untuk dikerjakan.

Dua kubu ini sejak zaman dahulu sudah berbeda pendapat,dan rasanya sampai hari ini perbedaan pendapat itu masih tetap berlansung,yang satu tetap setia dengan vonis bid’ahnya dan yang lain tetap komitmen untuk tidak membid’ahkannya.
1. Pendapat yang membid’ahkannya.

Mereka yang membid’ahkan perayaan-perayaan seperti disebutkan diatas,biasanya beragumen bahwa apa saja kegiatan keagamaan yang tidak ada contoh dari rasullullah saw,dan para sahabat.berarti hukumnya bid’ah dan semua jenis bid’ah itu sesat dan orang sesat itu tempatnya di neraka.
Mereka umumnya sangat khawatir kalau urusan mengadakan perayaan mauled dan isra’mi’raj akan menyeret mereka.tidak cukup ketakutan itu untuk diri mereka,merekapun sibuk berkempanye melarang ummat islam melakukannya.jutaan eksemplar buku,kaset,ceramah rekaman dan alat propaganda serta aliran dana mereka gulirkan untuk kempanye bahwa semua itu adalah sesat dan berujung ke neraka.Dalilnya sederhana saja, karena semua itu tidak pernah dilakukan di zaman nabi, maka siapa saja yang melakukannya dianggap telah membuat agama baru dan tempatnya kekal di dalam neraka.
2. Pendapat Yang Membolehkan

Mereka yang membolehkan tidak juga tidak mau kalah dalam berargumen.Meski di zaman nabi tidak pernah dilakukan,namun menurut mereka tidak lantas kegiatan seperti itu bisa dianggap sebagai bid’ah sesat dan membawa ke neraka.Sebab yang termasuk bid’ah hanyalah bisa seseorang menambah ritual peribadatan,seperti shalat yang ditambahi rukun atau rakaatnya.Sedangkan kegiatan peringatan maulid nabi, menurut mereka, tidak ada kaitannya dengan ibadah rtitual, namun lebih terkait dengan masalah teknis muamalah.

Dan dalam masalah muamalah, prinsipnya apapun boleh dilakukan selama tidak melanggar hal-hal yang memang secara tegas dilarang.Kalau menambahi rakaat shalat shubuh menjadi tiga rakaat, barulah itu namanya bid’ah. Atau mengubah tempat haji dari Arafah ke lapangan monas, itu juga bid’ah. Tapi kalau kita memperingati lahirnya seseorang termasuk nabi kita, atau Isra’ Mi’raj, sama sekali tidak ada kaitannya dengan ritual ibadah.Namun mereka yang membolehkan perayaan maulid Nabi SAW sepakat mengharamkan perayaan itu apabila mata acaranya merupakan hal-hal yang secara tegas bertentangan dengan aqidah dan syariah. Misalnya, perayaan maulid dengan memberikan sesaji kepada kuburan keramat, atau kepada keris dan pusaka.




Bahkan ada yang mengusap-usap benda pusaka itu dengan niat mengharapkan barakah dan kesembuhan, naik gaji dan pangkat, lancar usaha dan rejeki, digampangkan jodohnya, atau agar suaminya tidak kawin lagi, gampang mencari pekerjaan dan seterusnya. Perayaan maulid dengan praktek pedukunan semacam ini keharamannya sudah disepakati para ulama. Bukan memperingati maulidnya, tetapi praktek-praktek yang haramnya itulah yang menjadi titik masalah.
Akan tetapi kalau yang dilakukan adalah kajian tentang sirah nabawiyah, baik berupa seminar, dialog, diskusi, talkshow, maka kegiatan itu jelas positif. Baik dikaitkan dengan peringatan hari lahirnya Nabi SAW atau pun tidak dikaitkan.Atau panggung yang islami dimana para penyair membawakan sajak dan puisi yang indah memuji Rasulullah SAW, sebagaimana yang dahulu pernah dilakukan oleh para pujangga.

Mereka berlomba menulis syaiar yang indah, yang dapat membangkitkan semangat persatuan umat Islam, serta membangkitkan semangat berjuang membela agama Allah SWT di muka bumi. Semua itu kalau dikaitkan dengan hari kelahiran Rasulullah SAW, adalah bentuk kegiatan yang positif.

Dan bisa saja dengan cara berbagi nikmat dan rejeki kepada mereka yang miskin dan kekurangan. Entah dengan pembagian sembako, atau makanan yang bisa mengenyangkan umat dari lapar dan dahaga.


BAB II
Shahabat,Khulafa’urrosyidin Dan Ulama’Menganjurkan


Pada Masa Sahabat Khulafa’urrosyidin dan Ulama tiga generasi menganjurkan dan memotivasi ummat Islam agar diselenggarakan majelis untuk membesarkan atau mengagungkan Maulid Nabi Saw.

a. Abu Bakar ash-Shiddiq
Telah berkata Sayyidina Abu Bakar As-Shiddiq: “Barang siapa yang menafkahkan satu dirham bagi menggalakkan bacaan Maulid Nabi saw., maka ia akan menjadi temanku di dalam syurga.

b. Umar bin Khattab
Telah berkata Sayyidina ‘Umar: “Siapa yang membesarkan (memuliakan) majlis maulid Nabi saw. maka sesungguhnya ia telah menghidupkan Islam.

c. Utsman bin ‘Affan
Telah berkata Sayyidina Utsman: “Siapa yang menafkahkan satu dirham untuk majlis membaca maulid Nabi saw. maka seolah-olah ia menyaksikan peperangan Badar dan Hunain”

d. Ali bin Abi Tholib
Telah berkata ‘Ali : “Siapa yang membesarkan majlis maulid Nabi saw. dan karenanya diadakan majlis membaca maulid, maka dia tidak akan keluar dari dunia melainkan dengan keimanan dan akan masuk ke dalam syurga tanpa hisab”.

e. Syekh Hasan al-Bashri
Telah berkata Hasan Al-Bashri: “Aku suka seandainya aku mempunyai emas setinggi gunung Uhud, maka aku akan membelanjakannya untuk membaca maulid Nabi saw.

f. Syekh Junaid al-Baghdady
Telah berkata Junaid Al-Baghdadi semoga Allah mensucikan rahasianya: “Siapa yang menghadiri majlis maulid Nabi saw. dan membesarkan kedudukannya, maka sesungguhnya ia telah mencapai kekuatan iman.

g. Syekh Ma’ruf al-Karkhy
Telah berkata Ma’ruf Al-Karkhi: “Siapa yang menyediakan makanan untuk majlis membaca maulid Nabi saw. mengumpulkan saudaranya, menyalakan lampu, memakai pakaian yang baru, memasang bau yang wangi dan memakai wangi-wangian karena membesarkan kelahiran Nabi saw, niscaya Allah akan mengumpulkannya pada hari kiamat bersama kumpulan yang pertama di kalangan nabi-nabi dan dia berada di syurga yang teratas (Illiyyin)”


h. Fakhruddin ar-Rozi
Telah berkata seorang yang unggul pada zamannya, Imam Fakhruddin Al-Razi: “Tidaklah seseorang yang membaca maulid Nabi saw ke atas garam atau gandum atau makanan yang lain, melainkan akan zahir keberkatan padanya, dan setiap sesuatu yang sampai kepadanya (dimasuki) dari makanan tersebut, maka makanan tersebut akan bergoncang dan tidak akan tetap sehingga Allah mengampunkan orang yang memakannya”.“Sekirannya dibacakan maulid Nabi saw. ke atas air, maka orang yang meminum seteguk dari air tersebut akan masuk ke dalam hatinya seribu cahaya dan rahmat, akan keluar daripadanya seribu sifat dengki, penyakit dan tidak mati hati tersebut pada hari dimatikan hati-hati”.

i. Imam as-Syafii
Telah berkata Imam Asy-Syafi’i: “Siapa yang menghimpunkan saudaranya (sesama Islam) untuk mengadakan majlis maulid Nabi saw., menyediakan makanan dan tempat serta melakukan kebaikan, dan dia menjadi sebab dibaca maulid Nabi saw. itu, maka dia akan dibangkitkan oleh Allah pada hari kiamat bersama ahli siddiqin (orang-orang yang benar), syuhada’ dan solihin serta berada di dalam syurga-syurga Na’im.”






j. as-Sary as-Saqothy
Telah berkata As-Sariyy As-Saqothi: “Siapa yang pergi ke suatu tempat yang dibacakan di dalamnya maulid Nabi saw. maka sesungguhnya ia telah pergi ke satu taman dari taman-taman syurga, karena tidaklah ia menuju ke tempat-tempat tersebut melainkan lantaran kerana cintanya kepada Nabi saw. Sesungguhnya Rasulullah saw. telah bersabda: “Sesiapa yang mecintaiku, maka ia akan bersamaku di dalam syurga.”

k. Syihabuddin Ahmad Ibnu Hajar al-Haitami
“Siapa yang hendak membesarkan maulid Nabi saw. maka cukuplah disebutkan sekedar ini saja akan kelebihannya. Bagi siapa yang tidak ada di hatinya hasrat untuk membesarkan maulid Nabi saw. sekiranya dipenuhi dunia ini dengan pujian ke atasnya, tetap juga hatinya tidak akan tergerak untuk mencintai Nabi saw. Semoga Allah menjadikan kami dan kalian di kalangan orang yang membesarkan dan memuliakannya dan mengetahui kadar kedudukan Baginda saw. serta menjadi orang yang teristimewa di kalangan orang-orang yang teristimewa di dalam mencintai dan mengikutinya. Aamiin, wahai Tuhan sekalian alam. Semoga Allah melimpahkan rahmat atas penghulu kami Nabi Muhammad saw. keluarganya dan sahabat-sahabatnya sekalian hingga Hari Kemudian.”



BAB II
Memahami Hukum Isra’Mi’raj

Seringkali masyarakat menggabungkan Isra Mi'raj menjadi satu peristiwa yang sama. Padahal sebenarnya Isra dan Mi'raj merupakan dua peristiwa yang berbeda.

Isra Mi'raj terjadi pada periode akhir kenabian di Makkah sebelum Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam hijrah ke Madinah. Menurut al-Maududi dan mayoritas ulama, Isra Mi'raj terjadi pada tahun pertama sebelum hijrah, yaitu antara tahun 620-621 M. Menurut al-Allamah al-Manshurfuri, Isra Mi'raj terjadi pada malam 27 Rajab tahun ke-10 kenabian, dan inilah yang populer. Namun demikian, Syaikh Shafiyurrahman al-Mubarakfuri menolak pendapat tersebut dengan alasan karena Khadijah radhiyallahu anha meninggal pada bulan Ramadan tahun ke-10 kenabian, yaitu 2 bulan setelah bulan Rajab. Dan saat itu belum ada kewajiban salat lima waktu. Al-Mubarakfuri menyebutkan 6 pendapat tentang waktu kejadian Isra Mi'raj. Tetapi tidak ada satupun yang pasti. Dengan demikian, tidak diketahui secara persis kapan tanggal terjadinya Isra Mi'raj.

Peristiwa Isra Mi'raj terbagi dalam 2 peristiwa yang berbeda. Dalam Isra, Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam "diberangkatkan" oleh Allah SWT dari Masjidil Haram hingga Masjidil Aqsa. Lalu dalam Mi'raj Nabi Muhammad SAW dinaikkan ke langit sampai ke Sidratul Muntaha yang merupakan tempat tertinggi. Di sini Beliau mendapat perintah langsung dari Allah SWT untuk menunaikan salat lima waktu.
Bagi umat Islam, peristiwa tersebut merupakan peristiwa yang berharga, karena ketika inilah salat lima waktu diwajibkan, dan tidak ada Nabi lain yang mendapat perjalanan sampai ke Sidratul Muntaha seperti ini. Walaupun begitu, peristiwa ini juga dikatakan memuat berbagai macam hal yang membuat Rasullullah SAW sedih.
Sidrat al-Muntahā berasal dari kata sidrah dan muntaha. Sidrah adalah pohon Bidara, sedangkan muntaha berarti tempat berkesudahan, sebagaimana kata ini dipakai dalam ayat berikut:

Kemudian akan diberi balasan kepadanya dengan balasan yang paling sempurna, dan bahwasanya kepada Tuhanmulah kesudahan (segala sesuatu). (An-Najm, 53:41-42) ”
Dengan demikian, secara bahasa Sidratul Muntaha berarti pohon Bidara tempat berkesudahan. Disebut demikian karena tempat ini tidak bisa dilewati lebih jauh lagi oleh manusia dan merupakan tempat diputuskannya segala urusan yang naik dari dunia di bawahnya maupun segala perkara yang turun dari atasnya. Istilah ini disebutkan sekali dalam Al-Qur'an, yaitu pada ayat:
“ ...(yaitu) di Sidratil Muntaha. (An-Najm, 53:14) ”Sidrat al-Muntahā (Arab: سدرة المنتهى‎ , Sidratul Muntaha) adalah sebuah pohon bidara yang menandai akhir dari langit/Surga ke tujuh, sebuah batas dimana makhluk tidak dapat melewatinya, menurut kepercayaan Islam. Dalam kepercayaan ajaran lain ada pula semacam kisah tentang Sidrat al-Muntahā, yang disebut sebagai "Pohon Kehidupan".
Pada tanggal 27 Rajab selama Isra Mi'raj, hanya Muhammad yang bisa memasuki Sidrat al-Muntahā dan dalam perjalanan tersebut, Muhammad ditemani oleh Malaikat Jibril, dimana Allah memberikan perintah untuk Salat 5 waktu.
Sidrat al-Muntahā digambarkan sebagai Pohon Bidara yang sangat besar, tumbuh mulai Langit Keenam hingga Langit Ketujuh. Dedaunannya sebesar telinga gajah dan buah-buahannya seperti bejana batu. Menurut Kitab As-Suluk, Sidrat al-Muntahā adalah sebuah pohon yang terdapat di bawah 'Arsy, pohon tersebut memiliki daun yang sama banyaknya dengan sejumlah makhluk ciptaan Allah.
“ Ketika Sidrat al-Muntahā diliputi oleh sesuatu yang meliputinya (an-Najm, 53: 16)
Dikatakan bahwa yang menyelimutinya adalah permadani terbuat dari emas.
Jika Allah memutuskan sesuatu, maka "bersemilah" Sidratul Muntaha sehingga diliputi oleh sesuatu, yang menurut penafsiran Ibnu Mas'ud radhiyallahu anhu adalah "permadani emas". Deskripsi tentang Sidrat al-Muntahā dalam hadits-hadits tentang Isra Mi'raj tersebut hanyalah berupa gambaran (metafora) sebatas yang dapat diungkapkan kata-kata. Hakikatnya hanya Allah yang Maha Tahu.

Ketika Mi'raj, di sini Muhammad melihat banyak hal, seperti:

Dikatakan bahwa Muhammad telah melihat wujud asli dari Malaikat Jibril yang memiliki sayap sebanyak 600 sayap.

“ Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, (An-Najm 53:13) ”



Untuk hal ini terdapat beda pendapat di kalangan ulama, apakah Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam pernah melihat Tuhannya? Jika pernah apakah beliau melihat-Nya dengan mata kepala atau mata hati? Masing-masing memiliki argumennya sendiri-sendiri. Di antara yang berpendapat bahwa beliau pernah melihat-Nya dengan mata hati antara lain al-Baihaqi, al-Hafizh Ibnu Katsir dalam Tafsirnya, dan Syaikh al-Albani dalam tahqiq beliau terhadap Syarah Aqidah ath-Thahawiyah. Salah satu argumentasi mereka adalah hadits di atas.

Di Sidrat al-Muntahā ini Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam mendapatkan perintah salat 5 waktu. Perintah melaksanakan salat tersebut pada awalnya adalah 50 kali setiap harinya, akan tetapi karena pertimbangan dan saran Nabi Musa serta permohonan Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam sendiri, serta kasih dan sayang Allah Subhahanu wa Ta'ala, jumlahnya menjadi hanya 5 kali saja. Di antara hadits mengenai hal ini diriwayatkan oleh Ibnu Abbas dan Ibnu Mas'ud.
Dari Abdullah (bin Mas'ud), ia telah berkata: "Ketika Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam diisrakan, beliau berakhir di Sidratul Muntaha (yang bermula) di langit keenam. Ke sanalah berakhir apa-apa yang naik dari bumi, lalu diputuskan di sana. Dan ke sana berakhir apa-apa yang turun dari atasnya, lalu diputuskan di sana."
Ia berkata: "Kemudian Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam diberi tiga hal: Diberi salat lima waktu dan diberi penutup Surah al-Baqarah serta diampuni dosa-dosa besar bagi siapapun dari umatnya yang tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun".

Dari Anas bin Malik, dari Malik bin Sha'sha'ah, dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam. Diapun menyebutkan hadits Mi'raj, dan di dalamnya: "Kemudian aku dinaikkan ke Sidratul Muntaha". Lalu Nabiyullah Shallallahu Alaihi wa Sallam mengisahkan: "Bahwasanya daunnya seperti telinga gajah dan bahwa buahnya seperti bejana batu".
Kabil Akbar katanya: “Allah SWT telah menciptakan sebuah pohon di bawah Arsy yang mana daunnya sama banyak dengan bilangan makhluk yang Allah ciptakan. Jika seseorang itu telah diputuskan ajalnya, maka umurnya tinggal 40 hari dari hari yang diputuskan. Maka jatuhlah daun itu kepada Malaikat Maut, tahulah bahawa dia telah diperintahkan untuk mencabut nyawa orang yang tertulis pada daun tersebut.
Asy-Syaibani berkata: Aku menanyai Zirr bin Hubaisy tentang firman Allah Azza wa Jalla {maka jadilah dia dekat dua ujung busur panah atau lebih dekat . Dia menjawab: "Telah mengabariku Ibnu Mas'ud bahwasanya Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam telah melihat (bentuk asli) Jibril. Ia memiliki enam ratus sayap."
‘Arsy adalah bentuk mashdar dari kata kerja ‘arasya – ya‘risyu – ‘arsyan (عَرَشَ يَعْرِشُ عَرْشًا) yang berarti bangunan, singgasana, istana atau tahta. Di dalam Al-Quran, kata ‘Arsy itu disebut sebanyak 33 kali.
Kata ‘Arsy mempunyai banyak makna, tetapi pada umumnya yang dimaksudkan adalah singgasana atau tahta Tuhan. Kemudian arti dari kata tersebut dipakai oleh bangsa Arab untuk menunjukkan beberapa makna, yaitu:
Singgasana raja, tercantum dalam Surah An-Naml, 23.Inilah sebagian dari arti ‘Arsy dalam bahasa Arab, akan tetapi arti tersebut berubah-ubah sesuai dengan kalimat yang disandarinya.
Seorang ulama yang bernama Rasyid Ridha dalam Tafsir al-Manar menjelaskan bahwa ‘Arsy merupakan ”pusat pengendalian segala persoalan makhluk-Nya di alam semesta”. Penjelasan Rasyid Rida itu antara lain didasarkan pada Al Qur'an:

“ ...kemudian Dia bersemayam di atas ‘Arasy untuk mengatur segala urusan...(Yunus 10:3) ”

‘Arsy (Bahasa Arab عَرْش, ‘Arasy) adalah makhluk tertinggi tempat bersemayam Allah, berupa singgasana seperti kubah yang memiliki tiang-tiang yang dipikul oleh para Malaikat.

Pengertian ‘Arsy ini yang diyakini oleh para manhaj Salaf, berdasarkan Al Qur'an dan hadits Muhammad, sesuai dengan ayat:“ (Yaitu) Tuhan Yang Maha Pemurah, Yang bersemayam di atas 'Arsy.(Thaha, 20:5) ”Tetapi banyak ulama yang berpendapat beda dalam mengartikan makna dari ‘Arsy ini, apakah ‘Arsy itu berwujud fisik atau nonfisik.
Menurut manhaj salaf, ‘Arsy memiliki wujud yang teramat sangat besar, memiliki beberapa tiang yang menjadikan 'Arsy sebagai atap alam semesta. Wujud ini dicatat dalam beberapa hadits-hadits yang shahih. Saking besarnya ada malaikat yang memiliki sayap banyak, diperintahkan oleh Tuhan untuk terbang kemana saja yang ia kehendaki dan ia merasa tidak beranjak dari tempat semula ia terbang.



Allah berfirman kepada malaikat tersebut, "Sesungguhnya Aku telah menjadikan engkau memiliki kekuatan yang sebanding dengan kekuatan 7.000 malaikat." Malaikat itu diberikan 70.000 sayap. Kemudian, Allah menyuruh malaikat itu terbang. Malaikat itu pun terbang dengan kekuatan penuh dan sayap yang diberikan Allah ke arah mana saja yang dikehendaki Allah. Sesudah itu, malaikat tersebut berhenti dan memandang ke arah ‘Arsy. Tetapi, ia merasakan seolah-olah ia tidak beranjak sedikitpun dari tempatnya terbang semula. Hal ini memperlihatkan betapa besar dan luasnya ‘Arsy Allah itu.
‘Arsy yaitu singgasana yang memiliki beberapa tiang yang dipikul oleh para Malaikat. Ia menyerupai kubah bagi alam semesta. 'Arsy juga merupakan atap seluruh makhluk.”
Nabi Muhammad bersabda: "Perumpamaan langit yang tujuh dibandingkan dengan Kursi seperti cincin yang dilemparkan di padang Sahara yang luas, dan keunggulan 'Arsy atas Kursi seperti keunggulan padang Sahara yang luas itu atas cincin tersebut."

Menurut syariat Islam, ‘Arsy terletak diatas surga Firdaus yang berada dilangit ke-7. Keyakinan ini bersumber dari salah satu hadits Muhammad. Muhammad bersabda kepada sahabatnya yang bernama Abu Hurairah “Apabila engkau memohon kepada Allah, maka mohon-lah kepada-Nya Surga Firdaus. Sesungguhnya ia (adalah) Surga yang paling utama dan paling tinggi. Di atasnya terdapat ‘Arsy Allah yang Maha Pengasih...”
Para malaikat pemikul ‘Arsy terkenal dengan nama Hamalat al-‘Arsy (Arab: حملات العرش) berjumlah empat malaikat, setelah kiamat akan bertambah menjadi delapan malaikat yaitu; Israfil, Mikail, Jibril, Izrail dan Hamalat al-‘Arsy.Didalam Al-Qur'an juga disebutkan para malaikat ini, dalam surah Al Haqqah 69 ayat 17:
“ Dan malaikat-malaikat berada di penjuru-penjuru langit. Dan pada hari itu delapan orang malaikat menjunjung Arasy Tuhanmu di atas (kepala) mereka. (Al Haqqah, 69:17)
Berdasarkan hadits diriwayatkan oleh Abu Dawud dari seorang sahabat Jabir bin Abdillah, wujud para malaikat pemikul singgahsana Allah sangatlah besar dan jarak antara pundak malaikat tersebut dengan telinganya sejauh perjalanan burung terbang selama 700 tahun.
Dikatakan pula dalam hadits, bahwa Hamalat al-'Arsy memiliki sayap lebih besar dan banyak dibandingkan dengan Jibril dan Israfil. Dikatakan bahwa Hamalat al-'Arsy memiliki sayap sejumlah 2400 sayap dimana satu sayapnya menyamai 1200 sayap Israfil, sedangkan Israfil mempunyai 1200 sayap, dimana satu sayapnya menyamai 600 sayap Jibril.
Di dalam perbincangan para ulama tradisional dengan ulama kontemporer dan modern, mereka masing-masing memiliki perbedaan pendapat dalam menafsirkan istilah 'Arsy ini. Mereka memperdebatkan apakah 'Arsy itu suatu nonmateri (nonfisik) atau materi (fisik).Para ulama tradisional lebih menyukai memahami 'Arsy sebagai suatu singgasana, dimana dari singgasana-Nya inilah Tuhan mengendalikan kekuasaan-Nya atas makhluk-makhluk-Nya, namun ulama-ulama tersebut juga lebih suka untuk tidak melakukan pembahasan lebih jauh mengenainya dan hanya mencukupkan urusannya kepada iman dan itu menjadi rahasia Allah saja.

Sejumlah ulama lain yang lebih moderat menolak penafsiran 'Arasy seperti yang telah disebutkan diatas tadi, karena menurut mereka Allah tidak membutuhkan tempat, ruangan dan juga tidak terikat dengan waktu. Jika dikatakan bahwa Allah duduk diatas 'Arsy maka berarti Allah memiliki wujud yang sama seperti makhluk-Nya yang memerlukan tempat tinggal dan tempat bernaung, padahal Allah Maha Suci dan Maha Mulia dari semua itu.